Minggu, 02 Juni 2024

8 Hal yang Membatalkan Puasa dari Murtad, Keluar Mani hingga Gila

 

Suara.com - Puasa pada bulan Ramadhan merupakan salah satu ibadah wajib yang perlu dilakukan umat muslim. Terdapat beberapa hal yang membatalkan puasa mulai dari murtad hingga gila.



Artikel ini telah tayang di Suara.com dengan judul

8 Hal yang Membatalkan Puasa dari Murtad, Keluar Mani.

 
Sejatinya puasa dilakukan dengan menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa dari terbitnya fajar (subuh) sampai terbenamnya matahari (maghrib) yang diniatkan atas Allah semata.
Namun selama menjalankan ibadah puasa, umat muslim dilarang melakukan beberapa hal berikut karena dapat membatalkan puasa:

1. Makan dan minum

Salah satu syarat sah puasa adalah menahan hawa nafsu untuk makan dan minum. Maka, jika ada sesuatu yang masuk melalui rongga atau lubang pada anggota tubuh dan dilakukan secara sengaja, maka akan membatalkan puasa.
Namun jika seseorang melakukannya dengan tidak sengaja atau lupa, puasa tetap dapat dilanjutkan.

2. Keluar mani


Pria yang mengeluarkan air mani dengan sengaja (ejakulasi), puasanya bisa batal dan wajib untuk mengganti (qadha) puasanya. Namun jika air mani keluar saat mimpi basah, hal itu tidak akan membatalkan puasa karena terjadi secara tidak sengaja

3. Muntah

Muntah yang sengaja di sini maksudnya dengan sadar dan sengaja mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Sedangkan kalau tidak sengaja muntah (sama sekali tak ada niatan untuk muntah), maka tidak membatalkan puasa.

4. Haid

Seorang yang sedang menjalani puasa lalu ia mengeluarkan darah haid maka puasanya tidak sah. Darah haid adalah darah yang keluar karena siklus hormonal pada wanita

5. Nifas

Selain haid, nifas yakni ketika perempuan mengeluarkan darah akibat proses melahirkan juga membatalkan puasa. Darah ini akan keluar selama 40 hari pasca melahirkan.

6. Junun (Gila)

Jika seseorang mendadak gila ketika sedang mengerjakan ibadah puasa walaupun hanya sebentar, maka puasanya batal. Atau juga orang yang menderita ayan atau epilepsi, maka juga batal puasanya jika itu terjadi sepanjang hari.


7.  Murtad 

Murtad merupakan kondisi di mana seseorang keluar dari agama Islam, baik secara keyakinan, ucapan maupun perbuatan. Orang yang murtad akan secara otomatis keluar dari Islam karena tidak memenuhi persyaratan.


8.  Berhubungan suami istri

Sepasang suami istri yang melakukan hubungan seksual di siang hari saat puasa, maka batal puasanya. Namun hal ini tidak akan membatalkan puasa jika dilakukan pada malam harinya atau setelah berbuka.


Itulah beberapa hal yang membatalkan puasa 

Beberapa hal di atas perlu dihindari selama melakukan ibadah puasa, karena dapat melunturkan pahala ibadahnya.

Rabu, 01 November 2023

Makalah

MAKALAH
SEJARAH ERA PEMERINTAHAN KHALIFAH
USMAN BIN AFFAN R.A
DOSEN PENGAMPU : Tinta Ilmiati M.SOS
KELOMPOK : 5
CEP RAHMAT (23702331025)
IHSAN TUAHENA (23702331017)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM 
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM
IAI NASIONAL LAA ROIBA BOGOR
2023/2024
MAKALAH "SEJARAH PERADABAN ISLAM MASA UTSMAN BIN AFFAN"

KATA PENGANTAR

Allhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Atas berkat rahmat petunjuk dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah berjudul "SEJARAH ERA PEMERINTAHAN USMAN BIN AFFAN" tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya beserta keluarganya, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman. Terimakasih kami ucapankan kepada Dosen Pengampu IBU Tinta Ilmiati M.Sos yang telah memberikan tugas ini untuk pembelajaran dan penilaian mata kuliah

"Sejarah kebudayaan Islam Pada Madrasah" Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan serta wawasan para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah yang sederhana ini jauh dari kesempurnaan. Karena itu, dengan segala kerendahan hati kami memohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, terutama Ibu Dosen selaku pembimbing mata kuliah ini demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................... 1
DAFTAR ISI...................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN ................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN.................................................... 4
A. Materi Peresentasi Sejarah Peradaban islam..........  5
B. Urgensi Peradan Islam................................................. 6
          1.Sebagai Identitas Diri............................................7
          2.Refleksi Pembelajaran.......................................... 8
BAB III Definisi................................................................... 9
1.Bahasa Syajarah Tarikh Hikayat Riwayat..................... 10
2.Istilah Sejarah Istilah: Sejarah adalah ilmu tentang waktu. Sejarah membicarakan masyarakat dari segi waktu. Dalam waktu terjadi empat hal yaitu perkembangan, kesinambungan, pengulangan dan perubahan. Sejarah ialah ilmu tentang sesuatu yang tertentu, satu-satunya dan terperinci..........................11
BAB IV :
 Pendekatan Pembelajaran  Dan Penelitian Sejarah.........12
1.Pendekatan ilmu sosial....................................................13
2.Pendekatan ilmu Politik...................................................14
3. Pendekatan ilmu Antropologi.........................................15
BAB V PENUTUP..................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Khulafa Rasyidin bermakna pengganti-pengganti Rasul yang cendekiawan Penggagas nama Khulafa Rasyidin adalah orang-orang muslim yang paling dekat dengan Rasul setelah meninggalnya beliau. Empat tokoh sepeninggal Rasul itu merupakan orang yang selalu mendampingi Rasul ketika beliau menjadi pemimpin dan dalam menjalankan tugas. Yakni Abu Bakar Ash-shiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra Dalam kepemimpinan Abu Bakar, ia melaksanakan kekuasaannya bersifat sentral, kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangan Khalifah. Ia juga melaksanakan hukum, dan selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya untuk bermusyawarah Kepemimpinan Umar bin Khattab menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan yaitu dengan menjamin hak yang sama bagi setiap warga Negara Kepemimpinan Ustman membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Ia juga membangun jalan-jalan jembatanjembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid di Madinah. Prestasi yang terpenting masa Khalifah Ustman adalah memlis kembali al-Quran yang telah ditulis pada zaman AbuBakar Dan kepempinan Ali bin Abi Thalib dalam menegakkan kekhalifaan adalah memerangi Khawarij. Untuk kepentingan agama dan negara. Ali Bin Abi Thalib juga menggukan potensi dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam bidang Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan. Dalam pembahasan kali mi, pemakalah akan menuliskan dan membahas lebili rinci lagi dari salah satu khulafahurrasyidin, yaitu Utsman bin Affan ra. Mulai dari Biografi Khalifah Utsman bin Affan ra, Keistimewaan beliau, proses pengangkatan menjadi Khalifah Masa Kajayaan, sampai kepada masa kemunduran dan berakhimya Kekhalifahan Utsman bin Affan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya yaitu: a. Bagaimana Biografi Khalifah Utsman bin Affan ra? b. Apa saja Keistimewaan khalifahan Utsman bin Affan ra? c Bagaimana Proses Pengangkatan Kekhalifahan Utsman bin Affan ra? d. Bagaimana Masa Kejayaan Khalifah Utsman bin Affan ra? e. Bagaimana Masa Kemunduran Khalifah Utsman bin Affan ra? f. Bagaimana Berakhirnya Kekhalifahan Utsman bin Affan ra?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan penulisan yaitu:
 A. Untuk mengetahui Biografi Khalifah Utsman bin Affan ra 
B. Untuk mengetahui Keistimewaan khalifahan Utsman bin Affan ra 
C. Untuk mengetahui Proses Pengangkatan Kekhalifahan Utsman bin Affan ra d Untuk mengetahui bagaimana Masa Kejayaan Khalifah Utsman bin Affan ra e Untuk mengetahui bagaimana Masa Kemunduran Khalifah Utsman bin Affan ra f. Untuk mengetahui bagaimana Berakhirnya Kekhalifahan Utsman bin Affan r.a

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi

Khalifah Utsman bin Affan Nama lengkap Utsman bin Affan ialah Utsman bin Affan bin Abi al Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu"ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma"addu bin Adnan lahir pada tahun kelima sesudah tahun gajah yaitu pada tahun 573 M di Makkah. Nama Kunyah beliau adalah Abu Amr dan Abu Abdullah, al Quraisy al-Umawi, Amirul Mukminin dzan nurain yang telah berhijrah dua kali dan suami dari dua orang putri Rasulullah SAW

Ibu beliau bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi ah bin Hubaib bin Abdusy Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim al-Baidha binti Abdul Muththalib, bibi Rasulullah dari pihak bapak Beliau adalah sepuluh dari sahabat yang diberitakan masuk surga dan salah seorang anggota dari enam anggotav majelis Syura serta salah seorang dari tiga orang kandidat Khalifah dan akhirnya terpilih menjadi Khalifah sesuai dengan kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar.

A.Pendalaman Materi 
●Perkembangan islam masa khulafaur rosyidin
●Refleksi Pembelajaran: Merefleksi kepemimpinan usman bin affan  
B.Urgensi Mempelajari 
Sejarah dan Peradaban Islam
Sejarah mencatat kondisi 

kebesaran Islam berkat kemajuan ilmu 
pengetahuan dan teknologi, di mana pada waktu itu dunia Islam menjadi kiblat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Namun, sangat memilukan bahwa masyarakat Indonesia yang religius dewasa ini terpuruk dalam himpitan 
krisis dan terbelakang dalam berbagai 
aspek kehidupan. Laporan pengamatan asing satu dekade yang 
lalu tentang Indonesia yang memiliki 
etos kerja yang buruk dan korupsi yang sangat serius ternyata kini tidak dapat diganggu gugat lagi. Bahkan sekarang terbalik, negara Barat menjadi model bagi negara-negara yang berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena itu, hendaknya perlu 
ada upaya rekonstruksi untuk menata kehidupan, baik ilmu pengetahuan maupun teknologi. Ilmu pengetahuan 
dan teknologi merupakan unsur penting bagi terbentuknya suatu 
peradaban, bukan menjadi monopoli hanya pada satu agama tertentu. Sebagai umat Islam dianjurkan untuk 
mencari ilmu ke seluruh pelosok dunia walaupun berbeda keyakinan sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah agar menuntut ilmu walaupun sampai ke negeri Cina 
Sejarah yang membahas berbagai peristiwa masa lalu, jangan 
diremehkan dan dibiarkan seiring dengan berlalunya waktu, sebab 
begitu besar makna sejarah bagi kehidupan manusia. ”Belajarlah dari sejarah”, demikian kata-kata mutiara yang dapat mengingatkan kita akan makna sejarah. Bahkan Presiden 
Pertama RI, Sukarno telah menitipkan sesuatu yang sangat berharga, berupa ”Jasmerah” sebagai akronim dari 
”Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”. Sejarah memiliki nilai dari arti penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal tersebut dikarenakan sejarah menyimpan atau mengandung 
kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi perkembangan kehidupan 
manusia. Pentingnya memahami sejarah peradaban Islam tidak semata-mata untuk mengetahui tanggal, bulan, tahun, dan abad suatu peristiwa peradaban Islam di masa lampau. Namun juga memahami realitas muslim untuk mengetahui 
suatu peristiwa Islam. Dengan mengkaji sejarah, dapat 
diperoleh informasi tentang aktivitas peradaban Islam dari zaman 
Rasulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan 
kebangkitan kembali peradaban Islam. Dari sejarah dapat diketahui segala sesuatu yang terjadi dalam peradaban 
Islam dengan segala ide, konsep, institusi, sistem, dan operasionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu. 
Jadi, sejarah pada dasarnya tidak hanya sekadar memberikan 
romantisme, tetapi lebih dari itu merupakan refleksi histori. 
Dengan demikian, mempelajari sejarah peradaban Islam dapat 
memberikan semangat back projecting theory untuk membuka
lembaran dan mengukir kejayaan atau kemajuan peradaban Islam yang baru dan lebih baik. Sejarah peradaban 
Islam sebagai studi tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sejarah peradaban sudah tentu akan sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangan bagi pertumbuhan atau perkembangan peradaban. 
Dengan mempelajari sejarah peradaban Islam diharapkan seseorang dapat mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam, sejak zaman 
lahirnya sampai masa sekarang. Sejarah peradaban Islam tidak hanya memiliki manfaat yang sangat besar 
dalam pembangunan dan pengembangan peradaban Islam, 
namun dapat pula menyelesaikan problematika peradaban Islam pada masa kini. Disamping itu, dapat memunculkan peradaban Islam pada masa kini. Di samping itu, dapat 
memunculkan sikap positif terhadap bebagai perubahan sistem peradaban Islam. Obyek penelitian dari sejarah dan 
peradaban Islam tidak lepas dari definisi sejarah dan peradaban itu sendiri.
(1).Utsman bin Affan adalah Khulafaur Rasyidin yang berkuasa paling lama, yaitu selama 12 tahun (644-656).
Ia merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad yang menjadi Khulafaur Rasyidin ketiga, setelah Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Di masa kekuasaannya, pemerintahan Islam memperluas wilayahnya ke Fars (sekarang Iran) pada 650, dan beberapa wilayah Khorasan (sekarang Afghanistan) pada 651.
Pernikahannya berturut-turut dengan dua putri Nabi Muhammad dan Khadijah membuatnya mendapat julukan Dzunnurrain atau Pemilik Dua Cahaya.
Kehidupan awal
Utsman bin Affan lahir di Thaif, Jazirah Arab, pada 579 Masehi atau 42 tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW.
Nama lengkap Utsman bin Affan adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab.
Ia berasal dari Bani Umayyah, ayahnya bernama Affan bin Abi al-As dan ibu Khalifah Utsman bin Affan bernama Arwa binti Kuraiz.
Utsman bin Affan lahir dari keluarga kaya dan berpengaruh di suku Quraisy. Ayahnya adalah pedagang kaya dari Makkah.
Sejak kecil, ia sudah mendapatkan pendidikan yang baik hingga menjadi salah satu orang di Makkah saat itu yang pandai membaca dan menulis.
Sebelum datangnya Islam, ayahnya meninggal dan meninggalkan warisan yang cukup besar. Berbekal warisan tersebut, ia memantapkan diri sebagai seorang pedagang, seperti ayahnya.
(2).Profil Utsman bin Affan
Utsman bin Affan, dijuluki dzu nurain, yang berarti pemiliki dua cahaya, Julukan menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasulullah saw. yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.
pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan.
Nasab Utsman bin Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah bin Abdu asy-Syam bin
Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luwal bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'addu bin Adnan, Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu asy-
Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim, Bidha binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah.
Utsman bin Affan termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang
dijamin masuk surga, beliau juga menjadi enam orang anggota syura,
Sifat
Utsman bin Affan memiliki sifat yang sangat pemalu seorang yang rupawan, lembut, mempunyai janggut yang lebat,
berperawakan sedang, mempunyai tulang persendirian yang besar, berbahu bidang, rambutnya lebat, dan bentuk mulutnya bagus.
Bab III DEFINISI 
Utsman bin Affan merupakan salah satu sahabat Rasulullah yang termasuk dalam golongan orang pertama memeluk Islam atau Assabiqunal Awwalun. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan. Dilansir dari detikHikmah, Utsman memeluk Islam atas ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
1.Utsman bin Affan adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi khulafaur rasyidin ketiga. Julukan Utsman bin Affan adalah pemilik dua cahaya atau Dzun Nurain.
Utsman bin Affan menjadi khulafaur rasyidin pada 644-656 Masehi atau 23-35 Hijriah. Utsman menjadi khalifah selama hampir 12 tahun, terlama dibandingkan masa khulafaur rasyidin lainnya.
Utsman lahir dari keluarga saudagar yang kaya raya. Harta yang berlimpah tak membuatnya kufur, justru semakin dermawan. Rasulullah menilai sosok Utsman sebagai seorang yang jujur dan rendah hati.
Saat Nabi Muhammad mulai menyiarkan nilai-nilai Islam, Utsman termasuk orang pertama yang mempercayainya. Utsman bin Affan tergolong dalam kelompok Assabiqunal Awwalun atau orang-orang yang pertama masuk Islam.
Sejak saat itu, Utsman selalu setia pada Rasulullah. Dia menjadi salah satu sahabat utama Nabi Muhammad. Sang Rasul juga menikahkan Utsman dengan putri keduanya Ruqayyah binti Muhammad.

Di masa kenabian, Umar selalu menginfakkan hartanya di jalan Allah. Saat perang Tabuk, Utsman menyumbangkan 1000 dirham atau setara dengan sepertiga kebutuhan perang, 950 ekor unta, dan 10 ekor kuda.
Saat hijrah dari Mekkah ke Madinah, kaum Muslimin kesulitan mendapatkan air bersih. Hanya ada sumur milik orang Yahudi yang airnya dijual dengan harga yang sangat mahal. Utsman pun ingin membeli sumur itu agar bisa memberikan airnya untuk keperluan kaum Muslimin.

Namun, orang Yahudi itu menolak menjualnya. Utsman pun memutar otak. Dikutip dari Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi karya Muhammad Nasrullah, Utsman menawar kepemilikan sumur itu hingga orang Yahudi mau berbagi dengannya.

Jadi, sehari sumur itu milik Utsman, keesokannya menjadi milik orang Yahudi dan begitu seterusnya. Saat sumur itu menjadi milik Utsman, kaum Muslimin mengambil air itu secara cuma-cuma. Keesokan harinya, tak ada yang mengambil air pada orang Yahudi. Alhasil, karena merasa rugi dia menjual semua sumurnya kepada Utsman.

Setelah itu, Utsman mewakafkan sumur itu untuk kepentingan umat Islam di Madinah.
Di tahun kedua Hijriah, Ruqayyah meninggal dunia di hari perang Badar. Utsman pun sangat sangat sedih dengan kepergian istri yang dicintainya.

Pada tahun keempat Hijriah, Rasulullah menikahkan Utsman dengan anak perempuannya yang lain yakni Ummu Kultsum binti Muhammad. Ummu Kultsum adalah putri ketiga Nabi Muhammad atau adik Ruqayyah.
Setelah menikah dengan Ummu Kultsum, Umar mendapat julukan Dzun Nurain atau pemilik dua cahaya. Julukan ini diberikan karena Utsman menikah dengan kedua putri Nabi Muhammad.

Setelah Rasulullah meninggal, Utsman meneruskan perjuangan menyebarkan Islam bersama sahabat nabi yang lain. Utsman menjadi pemimpin kaum Muslimin sepeninggal Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Utsman menjadi khalifah pertama yang memperluas Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Utsman pula yang memerintahkan untuk mengumpulkan Alquran dalam satu mushaf.

Utsman bin Affan, sahabat nabi pemilik dua cahaya ini meninggal dunia pada tahun 35 Hijriah. Kepemimpinan Ustman sebagai khulafaur rasyidin dilanjutkan oleh Ali bin Abi Thalib.

[2].PENGERTIAN KONSEP WAKTU DALAM SEJARAH
Sebenarnya, konsep waktu (dimensi temporal) itu memiliki dua makna yakni berupa makna denotatif (makna sebenarnya) dan makna konotatif (makna tidak sebenarnya atau makna kias). Jika dirunut dari makna denotatif, maka istilah “waktu” ini memiliki definisi berupa ‘satu kesatuan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, windu, abad, dan seterusnya’. Sementara jika dirunut dari makna konotatif, maka istilah “waktu” dapat didefinisikan sebagai suatu konsep.

Konsep waktu pasti tidak akan selalu berkaitan dengan konsep ruang. Konsep ruang (dimensi spasial) adalah tempat atau lokasi terjadinya suatu peristiwa, baik itu peristiwa alam, peristiwa sosial, maupun peristiwa sejarah yang menjadi bagian utama dalam proses perjalanan waktu. Nah, keberadaan manusia dalam hal ini adalah sebagai pelaku atau subjek dalam peristiwa sosial maupun peristiwa sejarah yang terjadi. Atas dasar itulah, ketiga konsep yakni waktu, ruang, dan manusia, menjadi suatu kesatuan penting yang tidak dapat dipisahkan terutama dalam suatu peristiwa dan perubahannya untuk masa depan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep waktu dalam sejarah ini dapat berupa kapan (hari, bulan, tahun, abad) terjadinya suatu peristiwa yang mana dilakukan oleh manusia sebagai subjeknya. 

Suatu peristiwa ternyata dapat diamati berdasarkan pada dimensi ruang, dimensi waktu, dan dimensi manusia. Jika berdasarkan dimensi ruang, suatu peristiwa apapun itu pasti memiliki batas-batas tertentu sebagai tempat berlangsungnya peristiwa. Kemudian jika berdasarkan pada dimensi manusia, manusia siapapun itu menjadi objek sekaligus subjek dalam terjadinya suatu peristiwa. Bahkan tak jarang, suatu peristiwa yang terjadi ternyata mampu memberikan pengaruh terhadap perubahan pada manusia itu sendiri. Perubahan tersebut pasti diharapkan adalah suatu perubahan ke arah yang lebih baik sehingga membutuhkan kesadaran manusia dalam upaya memaknai peristiwa yang terjadi. Kurang lebih seperti nasihat orang tua mengenai “belajar dari pengalaman”.

Sementara itu berdasarkan pada dimensi waktu, maka setiap peristiwa yang terjadi itu merupakan suatu proses. Maksudnya, peristiwa tersebut mengalami perubahan sejalan dengan waktu dan waktu juga akan tetap berjalan (continuity). Keberadaan waktu ini akan dimanfaatkan oleh manusia yang memang memiliki kesadaran penuh bahwa waktu itu memang akan terus berjalan, sehingga mereka dapat belajar supaya mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

Apakah Grameds menyadari bahwa konsep waktu itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa depan. Dalam masa lampau, peristiwa sejarah menjadi suatu fakta yang abadi dan tidak pernah bisa diubah. Dalam masa kini, generasi penerus diharapkan mampu memahami setiap peristiwa sejarah supaya tidak terulang kembali apalagi jika dampaknya merugikan banyak pihak. Kemudian dalam masa depan, peristiwa sejarah dapat dijadikan sebagai pedoman hidup terutama untuk masyarakat banyak supaya lebih berhati-hati ketika hendak mengambil keputusan dan bertindak. Nah, dalam sejarah ini, konsep waktu yang paling dominan condong pada masa lampau. Namun, tidak diragukan pula jika sejarah dapat berpengaruh pada peristiwa yang akan terjadi di masa depan.
4 Konsep Waktu Dalam Sejarah
Pada dasarnya, konsep waktu dalam peristiwa sejarah apapun itu memang akan berkaitan dengan perkembangan kehidupan manusia, apalagi karena manusia memang berperan sebagai subjek sekaligus objek dalam sejarah. Dalam hal ini, keberadaan dari konsep waktu pada sebuah sejarah memiliki poin-poin sebagai berikut:


Masa lampau berupa waktu yang sudah terjadi atau terlewati. Namun tak jarang, masa lampau juga dapat berlanjut dan bahkan belum berhenti.
Masa lampau memiliki sifat terbuka dan saling terhubung antar waktunya. Maka dari itu, apapun yang telah terjadi di masa lampau dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk waktu yang akan datang.
Sejarah dapat digunakan sebagai pedoman manusia dalam usahanya merencanakan sesuatu baik di masa sekarang maupun di masa depan.
Keberadaan sejarah terbukti dapat mengantarkan manusia untuk memahami tentang apa yang terjadi di masa lalu untuk dijadikan sebagai pedoman masa kini maupun masa yang akan datang. Dengan kata lain, sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat manusia pada waktu lampau, dengan adanya kausalitas dan proses perkembangannya berguna sebagai pengalaman untuk dijadikan pedoman kehidupan manusia di masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Keberadaan konsep waktu dalam sejarah juga meliputi dua hal, yakni:


Proses kelangsungan dari suatu peristiwa dalam batasan waktu tertentu.
Kesatuan keberlangsungan waktu, yaitu pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Nah, berhubung konsep waktu dan konsep manusia itu memang saling berkaitan maka terdapat empat konsep waktu esensial dalam suatu peristiwa sejarah, yakni ada perkembangan, kesinambungan, pengulangan, dan perubahan (Kuntowijoyo). Empat konsep tersebut tentu saja berkaitan, sebab sejarah memang tidak hanya terbatas pada pengkajian mengenai perkembangan kehidupan masyarakat di masa lampau saja, tetapi juga pada kesinambungan, pengulangan, dan perubahan dari peristiwa-peristiwa di masa lampau tersebut. Berikut adalah uraiannya.


1. Perkembangan
Konsep perkembangan ini dapat terjadi jika masyarakat yang mana juga berperan sebagai subjek dan objek dari sejarah, bergerak dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Maksudnya, masyarakat cenderung akan melakukan perubahan dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Contohnya adalah perkembangan sistem demokrasi di Indonesia. Perkembangan masyarakat dari masa lampau hingga masa sekarang ini juga hasil pembelajaran melalui sejarah. Pembaruan yang terjadi di setiap generasi menjadi bukti keberhasilan perkembangan dari masa ke masa. Maka dari itu, keberadaan ilmu sosiologi dan antropologi juga turut berperan dalam mengungkapkan sejarah sesuai dimensi waktunya.

 
2. Kesinambungan
Konsep kesinambungan ini dapat terjadi jika suatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi dari lembaga-lembaga lama. Maksudnya, meskipun masyarakat sudah mengambil pembelajaran yang ada di masa lalu, tetapi mereka tetap mengembangkannya dan diterapkan pada masa sekarang ini. Misalnya, pada masa lampau terdapat sistem patrimonialisme (bentuk pemerintahan yang mana semua kekuasaan mengalir langsung ke penguasa) yang kemudian dilanjutkan menjadi sistem kolonialisme.

Hal tersebut membuktikan bahwa sejarah ternyata tetap berkesinambungan dengan hal-hal di masa lampau, meskipun sudah terlewati banyak waktu.


3. Pengulangan
Dalam konsep pengulangan ini dapat terjadi jika suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau itu terjadi lagi di masa selanjutnya. Contoh sederhana adalah peristiwa perang dunia yang terulang dua kali dan memberikan dampak yang sama-sama merugikan terutama bagi masyarakat sipil. Contoh peristiwa di masa lampau yang mengalami konsep waktu pengulangan ini adalah ketika lengsernya kekuasaan Soekarno. Kala itu, kekuasaan presiden Soekarno jatuh karena adanya aksi-aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Namun ternyata, peristiwa tersebut terjadi kembali secara berulang pada masa kekuasaan Soeharto yang sama-sama diakibatkan oleh aksi-aksi mahasiswa. Maka dari itu, tidak mustahil jika suatu peristiwa sejarah dapat terulang kembali, baik dengan dimensi manusia yang berbeda maupun sama.
4. Perubahan
Konsep perubahan ini dapat terjadi jika dalam suatu masyarakat berhasil mengalami suatu pergeseran atau perubahan. Biasanya, konsep perubahan ini terjadi secara besar-besaran dan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, konsep perubahan ini juga dapat terjadi akibat adanya pengaruh dari luar. Misalnya, adanya peristiwa sejarah berupa Gerakan Paderi di Sumatera Barat yang menentang kaum adat. Peristiwa tersebut dianggap sebagai hasil pengaruh dari Gerakan Wahabi di Arab yang “ditularkan” melalui para haji sepulangnya dari Makkah.
Keterkaitan Antara Waktu dengan Pembabakan Dalam Sejarah
Perspektif waktu menjadi dimensi yang sangat penting dalam sejarah. Meskipun memang pada dasarnya, sejarah akan berkaitan dengan masa lalu, tetapi ternyata konsepnya sangat berkesinambungan dengan masa kini maupun masa depan. Proses yang adalah dalam suatu sejarah, memperlihatkan adanya perubahan, peralihan, dan pergantian. Dalam hal itu, sejarah akan diberi bentuk dengan berupa adanya pelukisan peristiwa-peristiwa sejarah yang dilakukan melalui tiga kategori, yakni kategori ruang, kategori waktu, dan kategori tema kehidupan.

Peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau itu tidak akan pernah terputus dari rangkaian kejadian masa kini dan masa yang akan datang. Maka dari itu, konsep waktu dalam sejarah salah satunya akan kesinambungan. Nah, untuk lebih memudahkan manusia dalam mengingat dan mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah di masa lalu itu, diperlukan batasan-batasan waktu yang berupa klasifikasi waktu. Pada klasifikasi waktu dalam sejarah nantinya akan menghasilkan pembagian waktu yang berupa periode, zaman, maupun babakan waktu. Sementara dalam “kurun waktu” itu berupa satu kesatuan waktu yang isi, bentuk, maupun waktunya juga tertentu.



Berhubung sejarah itu tidak akan terbatas kejadiannya, maka waktunya akan dibagi sesuai dengan peristiwa yang terjadi dalam bentuk kurun-kurun alias periodisasi. Maksud dari periodisasi ini adalah supaya setiap pembabakan waktu atau urutan-urutan rangkaian peristiwa sejarahnya mudah untuk dipahami. Bukti nyata bahwa konsep waktu berkaitan dengan pembabakan sejarah adalah pada sejarah Nusantara. Selama yang kita pelajari, sejarah Nusantara terdapat pembabakan waktu khusus akan adanya masa prasejarah, zaman pengaruh Hindu-Budha, zaman Islam, masa penjajahan, masa Kebangkitan Nasional, dan zaman kemerdekaan. Nah, melalui periodisasi itu kita dapat melihat bahwa setiap zaman memiliki karakteristik yang berbeda dengan periode zaman lainnya.

Mengenal 4 Ruang Lingkup Dalam Sejarah
Sebelum membahas akan konsep sejarah sebagai peristiwa, Grameds harus memahami mengenai ruang lingkup sejarah terlebih dahulu, sebab di dalam ruang lingkup ini akan terdapat batasan akan banyaknya subjek yang tercangkup di dalam sejarah. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), sejarah adalah 1) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; 2) pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau. Nah, dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah kejadian, peristiwa, atau pengetahuan mengenai kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Untuk mengetahui apakah kejadian atau peristiwa tersebut benar-benar terjadi atau hanya rekaan saja adalah melalui adanya bukti fisik sebagai sumber sejarahnya.

1. Sejarah Sebagai Ilmu
Ruang lingkup sejarah adalah sejarah dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang tentu saja berkaitan dengan kejadian (peristiwa) dan cerita yang memang benar-benar terjadi di masyarakat pada masa lampau. Dalam ruang lingkup ini, sejarah dijadikan sebagai objek yang jelas untuk dipelajari, sebab memiliki data dan sumber yang tervalidasi secara baik. Penerapan sejarah sebagai ilmu pengetahuan yakni berupa dipelajarinya mata pelajaran sejarah di sekolah dan dijadikannya sejarah sebagai jurusan kuliah di perguruan tinggi.

2. Sejarah Sebagai Peristiwa

Ruang lingkup sejarah yang kedua adalah sejarah sebagai peristiwa. Dalam hal ini berarti sejarah akan berkaitan erat dengan sesuatu yang telah terjadi di masa lampau yang nyata adanya. Biasanya, peristiwa sejarah ini menyangkut akan kejadian penting yang mampu mengubah kehidupan banyak orang.
Contohnya adalah peristiwa proklamasi kemerdekaan RI, peristiwa Rengasdengklok, Perjanjian Linggarjati, dan lain-lain.

3. Sejarah Sebagai Kisah
Perlu diketahui bahwa peristiwa dan kisah itu berbeda ya… Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kisah adalah cerita tentang kejadian dalam kehidupan seseorang atau dapat juga disebut sebagai riwayat kehidupan dari seseorang.
Dalam ruang lingkup sejarah sebagai kisah ini, dapat mengacu pada penulisan fakta sejarah orang-orang tertentu. Orang-orang tertentu ini memiliki keahlian untuk memperoleh dan mengumpulkan ide penulisan kisah melalui bahan-bahan sejarah yang telah ada. Singkatnya, kisah atau cerita yang ditulis orang-orang tertentu ini berupa rangkaian cerita dalam bentuk narasi ingatan mengenai sejarah di masa lalu.  Contohnya, cerita dari peristiwa G30S-PKI yang ditulis atau diceritakan dari sudut pandang korban yang selamat.

4. Sejarah Sebagai Seni
Keberadaan sejarah ternyata dapat menjadi sebuah seni lho apalagi jika berkaitan dengan ruang lingkup sejarah sebagai kisah. Grameds pasti tidak asing dengan peristiwa sejarah yang kemudian dikembangkan menjadi bentuk karya sastra, baik itu prosa maupun drama. Nah, dalam hal ini berarti sejarah dapat menjadi sebuah seni, dalam wujud karya sastra. Contohnya adalah drama atau film bertema perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan.
 《ulasan mengenai apa itu konsep waktu dan empat konsep waktu esensial dalam suatu peristiwa sejarah. Maka dari itu, sejarah yang terjadi di masa lalu memang akan terus-menerus berkesinambungan dengan masa kini dan masa yang akan datang, selama peradaban manusia masih berjalan.》


BAB IV

1. peran pendidikan di masa kekhalifahan Utsman bin Affan, salah 
satu khalifah terkemuka dalam sejarah Islam. Penelitian ini bertujuan untuk 
memahami bagaimana pendidikan menjadi faktor kunci dalam peningkatan ilmu dan 
nilai-nilai dalam masyarakat Muslim awal. Metode penelitian yang digunakan adalah 
analisis sejarah berdasarkan sumber-sumber primer yang terkait dengan masa 
pemerintahan Utsman bin Affan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Utsman bin 
Affan sangat peduli dengan pendidikan dan mempromosikan pendidikan yang 
berkualitas dalam masyarakat Muslim.
METODE PENELITIAN 

Penelitian ini menggunakan metode analisis historis yang melibatkan studi 
literatur, termasuk riwayat, buku sejarah, dan tulisan-tulisan ulama yang berkaitan 
dengan masa pemerintahan Usman bin Affan. Sumber-sumber primer dan sekunder 
yang kredibel dan relevan dipilih untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif 
tentang peran pendidikan pada masa itu. Analisis historis dilakukan dengan 
membandingkan dan menafsirkan berbagai sumber yang ada.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Usman bin Affan memberikan perhatian besar terhadap pendidikan dalam pemerintahannya. Beliau mendorong penyebaran 
ilmu pengetahuan dan membangun institusi-institusi pendidikan. Salah satu langkah 
penting yang diambil Usman adalah penyusunan mushaf Al-Qur'an dalam bentuk 
yang seragam untuk memudahkan proses pembacaan dan pengajaran Al-Qur'an di 
seluruh wilayah kekhalifahan. Hal ini berdampak positif terhadap penyebaran dan 
pemahaman Al-Qur'an di kalangan masyarakat Muslim.Usman juga memperkuat sistem pendidikan formal dengan membangun 
sekolah-sekolah, madrasah, dan masjid-masjid yang berfungsi sebagai pusat 
pembelajaran. Ia mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan 
mempekerjakan ulama-ulama terkemuka sebagai pengajar. Langkah-langkah ini membantu meningkatkan tingkat literasi dan pengetahuan masyarakat pada masa itu.

1.Pemerintahan Usman bin Affan (044-650 M/23-35 H)
Pemerintahan Usman bin Affan berlangsung selama dua belas tahun. Pada masa awal kekuasaannya, pemerintahannya berjalan lancar, tak ada kekhawatiran yang mengancamnya. Dikatakan oleh para ahli sejarah, bahwa pada enam tahun pertama masa kekhalifahannya umat Islam merasa puas dengan pemerintahannya. Pada masa ini tidak ada keluhan, terutama dari Bani Hasyim, yang menjadi pesaing politiknya.

Dalam mengatur administrasi, Usman bin Affan tidak mengubah pemerintahan yang diterapkan oleh Umar bin Khaththab. Usman tetap menjalankan sistem syura (musyawarah) dalam pemerintahannya. Usman pun bersikap adil seperti halnya Khalifah Umar. Sejak awal pemerintahannya. Usman memberikan tunjangan tambahan kepada rakyatnya. Ia pun memberikan keleluasaan kepada pemuka pemuka kaum Muslimin untuk keluar dari Madinah. Dengan demikian, pada masa enam tahun pertama ini segalanya berjalan lancar dan stabil. Pada paruh terakhir atau enam tahun kedua dari masa kekhalifahannya mulai muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadap dirinya.

Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan pendahulunya. Khalifah Umar bin Khaththab lebih memperlihatkan kehidupan yang sederhana. Tetapi pada masa Khalifah Usman bin Affan, kehidupan yang beraroma kemewahan dan kesenangan lebih nampak. Ini mungkin disebabkan karena faktor kehidupan Usman yang sejak awal memang termasuk orang kaya. Usman pernah berkata: "Saya sungguh tidak makan dari harta kaum Muslimin, saya makan dari harta saya sendiri. Anda tahu, di kalangan Quraisy sayalah yang terkaya dan yang paling beruntung dalam perdagangan". Salah satu faktor yang menyebabkan kekecewaan sebagian umat Islam pada paruh kedua dari kepemimpinannya adalah kebijaksanaannya yang bercorak nepotisme. Usman banyak mengangkat pejabat-pejabat tinggi negara yang berasal dari lingkungan keluarganya. Di antaranya yang paling menonjol adalah peran yang dimainkan oleh Marwan bin Hakam. Disebutkan bahwa sekalipun yang menjabat khalifah adalah Usman, tetapi yang menjalankan roda pemerintahan adalah Marwanbin Hakam

Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting pemerintahan. Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Usman tidak dapat berbuat banyak dalam menghadapi ambisinya. Dia juga tidak bisa bersikap tegas terhadap kesalahan bawahannya. Harta kekayaan negara dibagikan kepada segenap anggota keluarganya tanpa dapat dikontrolnya. Kesalahannya hanyalah karena Usman terlalu toleran dan terlalu mempercayai karib kerabatnya yang menjadi pejabat negara yang kemudian menyalahgunakan kepercayaan itu hingga mereka menyimpang dari disiplin yang ditetapkan oleh Abu Bakar dan Umar secara terus menerus baik terhadap diri sendiri maupun bawahan mereka.

Kekecewaan terhadap pemerintahan Usman bin Affan memuncak dengan adanya gelombang protes dari beberapa wilayah yang menuju Madinah. Gelombang protes yang datang dari Mesir berjumlah 500 orang. dipimpin oleh al-Ghafiqi bin Harrab al-Akiki. Tujuan mereka adalah untuk meminta khalifah meletakkan jabatan. Gerakan yang sama datang dari Kufah, dengan jumlah 500 orang, di bawah pimpinan Abdullah bin Asham al-Amiri. Pada saat yang sama berangkat pula rombongan dari Basrah, berjumlah 500 orang, di bawah pimpinan Hurkush bin Zuhair al-Saadi.

Ketika usaha untuk melakukan pendekatan dengan cara damai menemui jalan buntu, dengan serta merta para demonstran ini menyerbu ke dalam rumah Usman bin Affan. Dikatakan bahwa al-Ghafiqi memukul Khalifah Usman bin Affan dengan sebilah besi mengenai kepalanya, sehingga mengalirkan darah. Pada waktu subuh malam kejadian, Khalifah Usman akhinya menghembuskan nafasnya sambil memeluk al-Quran. Peristiwa terbunuhnya Usman bin Affan oleh kaum pemberontak dalam sejarah Islam dikenal sebagai al-fitnah al-kubra. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegiatan penting.

Pada masa Usman, wilayah kekuasaan Islam bertambah dengan dapat dikuasainya Azerbaijan, Arminiyah. Sabur, Afrika Selatan, Undulus (Spain), Cyprus, Persia, dan Tabristan. Dia juga telah berhasil membangun armada angkatan laut untuk menghadapi tentara Romawi. Ketika Usman bin Affan naik sebagai khalifah, yang pertama disampaikan kepada kaum Muslimin adalah rencana perluasan Masjid Nabawi. Usman menambah perluasan Masjid secara besar-besaran. Pemerintahan Usman juga berjasa dalam membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga berhasil membangun jalan-jalan, jembatan, masjid. Beberapa hal lain yang bercorak keagamaan, dilakukan pula pada masa Usman. Pada masa Khalifah Usman bin Affan untuk pertama kalinya kewajiban pembayaran zakat diserahkan kepada pribadi-pribadi dan tidak ditangani pemerintah. Pada masanya pula untuk pertama kalinya mendahulukan khatbah daripada shalat baik pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Akhirnya, yang monumental dari Usman bin Affan adalah pembukuan al-Quran, sehingga al-Quran yang beredar sekarang dikenal dengan sebutan Mushhaf Usmani Khalifah Usman meminta mengumpulkan naskah Alquran yang disimpan Hafsah binti Umar, naskah ini merupakan kumpulan tulisan Alquran yang berserakan pada masa pemerintahan Abu Bakar. Khalifah Usman kemudian membentuk suatu badan atau panitia pembukuan Al-quran, yang anggotanya terdiri dari: Zaid bin Sabit sebagai ketua panitia dan Abdullah bin Zubair serta Abdurrahman bin Haris sebagai anggota. Tugas yang harus dilaksanakan adalah mengumpulkan lembaran-lembaran lepas dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Al-quran ke dalam sebuah buku yang disebut mushaf.

Usman menginstruksikan agar penyalinan berpedoman kepada bacaan mereka yang menghafal Alquran, seandainya terjadi perbedaan dalam pembacaan, maka yang ditulis adalah yang berdialek Quraisy (Arab). Salinan Alquran dengan nama al-Mushaf, oleh panitia diperbanyak menjadi lima buah. Sebuah tetap berada di Madinah, dan empat lainnya dikirimkan ke Mekah, Suriah, Basrah, dan Kufah. Naskah salinan yang tetap di Madinah disebut Mushaf al-Imam.

Pada saat ini umat Islam sudah tersebar luas, mereka memerlukan pemahaman Alquran yang mudah dimengerti dan mudah di jangkau oleh alam pikirannya. Peranan hadis atau sunnah Rasul sangat penting untuk membantu dan menjelaskan Alquran. Lambat laun timbullah bermacam-macam cabang ilmu hadis. Tempat belajar masih di kuttab, di masjid atau rumah-rumah. Pada masa ini tidak hanya Alquran yang dipelajari tetapi Ilmu Hadis dipelajari langsung dari para sahabat Rasul. Langkah pengumpulan mushaf ini merupakan salah satu langkah meneruskan jejak khalifah pendahulunya untuk menyusun dan mengkodifikasi ayat-ayat Al-Quran dalam sebuah mushaf. Dengan demikian, pembukuan Al-Quran pada masa khalifah Usman itu memberikan kebaikan seperti
1. Menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf yang seragam ejaan dan
tulisannya.
2. Menyatukan bacaan.
3. Menyatukan tertib susunan surat-surat, sesuai yang diajarkan oleh Rasullah.

                                BAB V 
                             PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penelitian tentang sejarah kematian Utsman bin Affan dan 
gejolak politik pasca kematiannyaini dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Faktor yang melatarbelakangi pembunuhan Utsman bin Affan yaitu: 
a. Berawal dari kebijakan Utsman yang dianggap Nepotisme, banyak 
masyarakat yang tidak seka dan menimbulkan pemberontakan.
b. Merebaknya kaum Saba‟iyah dikalangan masyarakat. Abdullah bin 
Saba‟ menimbulkan berbagai fitnah terhadap khalifah Utsman, sehingga kaum muslimin terpengaruh oleh hasutan Abdullah bin Saba‟ 
dan melakukan pemberontakan.
c. Adanya suratkaleng yang diterima para pemberontak mendapat surat 
dari Marwan bin Hakam yang mengatas namakan khalifah Utsman, 
surat tersebut berisi tentang surat perintah untuk membunuh para 
pemberontak. Akhirnya para pemberontak ke Madinah dan 
mempertanyakan isi surat tersebut kepadsa khalifah, tapi jawaban dari saja, kepada pembaca yang ingin mencari 
lebih dalam tentang khalifah Utsman bin Affan lebih luas, diharapkan 
mencari penelitian yang lain yang ada di penelitian terdahulu, sebab penelitian ini dibatasi oleh rumusan masalah.khalifah tidak memuaskan hati mereka,
 akhirnya para pemberontak 
mengepung rumah khalifah selama kurang lebih 40 hari. Pemberontak 
berhasil masuk ke rumah Utsman dan membunuh Utsman bin Affan 
yang sedang membaca al-Qur‟an. khalifah Utsman meninggal pada 
hari jum‟at tanggal 18 bulan Dzulhijjah tahun 35 Hijriah, dalam usia
82 tahun. Sesuai dengan sabda Nabi, bahwa ia akan terbunuh dalam keadaan teraniaya.
2. Dampaknya terhadap masyarakat pasca kematian Utsman bin Affan adalah:
a. Terjadi ketidak stabilan yang sukar untuk diatasi oleh khalifah baru, 
sebab setelah terbunuhnya Utsman kaum muslimin pernah mengalami 
masa vakum dari kepemimpinannya.
b. Keamanan kota Madinah menjadi rawan, untuk beberapa hari 
keamanan kota Madinah dipegang oleh Ghifari bin Harb.
c. Setelah terbunuhnya Utsman, masyarakat Madinah terus berusaha 
mencari pengganti Utsman sebagai khalifah. Akhirnya mereka meminta kepada Ali.
3. Gejolak politik pasca terbunuhnya Utsman bin Affan, 
a. MenyebabkanKonflik internal umat islam semakin menjadi dikalangan 
masyarakat muslim. Konflik itu berkepanjangan yang tidak mudah 
diselesaikan pada waktu itu.
b. Terjadinya perebutan mahkota kepemimpinan.

c. Umat Islam terpecah menjadi kelompok kelompok, dan masing-
masing kelompok mengklaim dirinya paling benar, sehingga konflik 
terus berlanjut dan tidak berkesudahanTimbul peperangan antar kaum Muslimin sendiri (perang saudara).
                                  
                       



       




 B.SARAN
1. Secara akademis, penulis mengharapkan studi tentang “Sejarah Kematian 
Utsman bin Affan dan Gejolak Politik Pasca Kematiannya “ ini dapat 
disempurnakan dengan mengadakan penelitian lanjut dari segi lainnya sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap tentang kekhalifahan Utsman bin Affan.
2. Bagi para pembaca, peneliti hanya menjelaskan tentang pokok yang 
terdapat di rumusan masalah saja, kepada pembaca yang ingin mencari 
lebih dalam tentang khalifah Utsman bin Affan lebih luas, diharapkan 
mencari penelitian yang lain yang ada di penelitian terdahulu, sebab penelitian ini dibatasi oleh rumusan masalah.
                     DAFTAR PUSTAKA
Abdul Razak, Jeje, Politik Kenegaraan Pemikiran AL Gozali dan Ibn
Tamiyyah ,Surabaya:Bina Ilmu 1999
Ahmad, Zainal Abidin, Membangun Negara Islam, Yogyakarta: Pustaka Iqra2001.Al-
Maududi, Abul A’la, terj,. Asep Hikmat, Sistem Politik Islam. Bandung :Mizan, 1990.
At Tamimi Abdurrahman, Utsman Bin Affan Radiyallahu ‘Anhu
Khalifah Yang Terzalimi. Maktabah Abu Salma Al Atsari, 2008.
Azzam, Salim, Beberapa Pandangan tentang Pemerintahan Islam. terj, Malikul
Huda. Bandung : Mizan 1983
Basyir, Azhar, Negara dan Pemerintahan Dalam Islam, Yogyakarta : UII Press,2000.Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia, 2000
Jamil Ahmad, Sejarah Kebudayan Dinamika Islam. Gresik:Putra Kembar Jaya, 2011.
Hasbi Al Furqan, 125 Masalah Zakat. Solo: Tiga Serangkai, Cetakan Pertama, 2008.
Salam, Zahid Ivan, Jihad dan kebijakan luar negeri daulah khilafah perjm.Abu
Faiz Bogor : Toriqul Izzah, 2001
Salim, Abdul Muin, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-qur’an. Jakarta :Rajawali, 2002.
Supriyadi Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2008.
H.M.H. Al Husaini Al Hamid, Sejarah Hidup Ali Bin Abi Thalib ra,
Jakarta : Lembaga Penyelidikan Islam, 1981.
H.O.S. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Jakarta : Tride, CetakanI, 2003.Kencana Syafi’ie Inu, Ilmu Pemerintahan dan Al- Quran, Jakarta PT Bumi Aksara, Cetakan I, 2004.
Husain Haikal Muhammad, Al- Faruq ‘Umar, diterjemahkan oleh Ali
Audah, Umar Bin Khattab. Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, cetakan ke- 3, 2002.
Iqbal Muhammad, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik
Islam , Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000.
Prof. Ali. K, Sejarah Islam(Tarikh Pramodern), (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, cetakan ke-II, 1997,

Selasa, 31 Oktober 2023

memahami sebagai identitas nasional pancasila

MAKALAH 
PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM 
FAKULTAS DAKWAH KOMUNIKASI ISLAM
IAIN LAA ROIBA BOGOR 2023/2024




Dosen Pengampu:
Dr. Siti Mahmudah Noorhayati, S.Th.I. M.Fil.I
Kelompok:IV
Disusun Oleh:
Cep Rahmat                          NIM: 23702331025
Samsul Hidayat                    NIM: 23702331014
Nuraida Asyifa                      NIM: 20702331014
Ahmad Fauzan Assidqi       NIM: 23702331010


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada allah swt yang maha agung, karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah ini dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul " PANCASILA SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL, yang menurut penulis dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk menambah wawasan tentang kebijakan apa saja yang dibuat Makalahnya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana işi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang penulis buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat Amiin.

                                                                            Bogor,23 Oktober 2023

                                                                                                   Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................2
Latar Belakang...........................................................................................................................3
Rumuasan Masalah...................................................................................................................4
Tujuan.........................................................................................................................................5
Manfaat......................................................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................................I
Pembahasan.............................................................................................................................II
Pengertian identitas Nasional............................................................................III
Pembentukan Identitas Nasional Suatu Bangsa...........................................IV
Unsur - Unsur identitas Nasional........................................................................V
Faktor - Faktor Pembentukan identitas Nasional.................................VI
BAB III.......................................................................................................1
PENUTUP.................................................................................................2
KESIMPULAN..........................................................................................3
SARAN......................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................5



BAB I PENDAHULUAN
 1. Latar Belakang
 Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia sebelum disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum Indonesia mendirikan suatu Negara. Nilai-nilai itu berupa adat istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup dan nilai-nilai luhur yang dicita-citakan. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para bapak-bapak pendiri bangsa ini untuk selanjutnya dijadikan dasar filsafat Indonesia. Berdasarkan kenyataan tersebut, Pancasila selain merupakan dasar Negara Republik Indonesia, merupakan suatu ideologi, pandangan hidup, jiwa dan kepribadian bangsa yang mencerminkan identitas nasional bangsa Indonesia. Identitas nasional sendiri merupakan suatu ciri dari sebuah bangsa yan membedakannya dengan bangsa lain.Dengan kata lain setiap bangsa memiliki keunikan dan ciri khas yang menentukan identitas bangsa tersebut. Berdasarkan pengertian yang telah disebukan, identitas suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri dan kepribadian masyarakat suatu bangsa. Penyusunan makalah dengan tema ini diharapkan dapat membantu memperluas wawasan kita mengenali identitas nasional bangsa Indonesia, sehingga dapat diterapkan dalam- kehidupan sehari-hari. 
Rumusan Masalah 
Apa pengertian identitas nasional? 
Apakah kedudukan pancasila sebagai identitas nasional? 
Apa saja unsur-unsur Identitas Nasional? 
Apa saja faktor-faktor pendukung kelahiran Idetitas Nasional? 
Tujuan 
1.Untuk megetahui pengertian Identitas Nasional. 
2.Mengetahui kedudukan pancasila sebagai identitas nasional 
3.Untuk mengetahui unsur-unsur Identitas Nasional. 
4.Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional. 
Manfaat: 1.Dapat mengetahui, memahami, dan menguasai tentang Pancasila sebagai Identitas Nasional
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Identitas Nasional
Identitas Nasional merupakan istilah yang terdiri dari dua kata yaitu identitas dan nasional. Secara harfiah, identitas adalah ciri-ciri, jatidiri atau tanda yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang berguna untuk membedakannya dengan sesuatu yang lain.
Kata nasional adalah identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang terikat karena kesamaan, baik kesamaan budaya, agama, fisik, keinginan, atau cita-cita.
Identitas nasional adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya.
Berdasarkan hal itu, setiap bangsa yang ada saat ini memiliki identitasnya masing-masing sesuai dengan keunikan, sifat dan karakter dari suatu bangsa.  Hal ini tergantung dari bagaimana suatu bangsa terbentuk secara historis. Identitas nasional yang dimiliki oleh suatu bangsa tidak bisa dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa.
Menurut Kaelan (2007), identitas nasional pada hakikatnya adalah manisfestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa (nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Identitas nasional mencerminkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat di suatu negara, hal itu merupakan suatu yang terus menerus berkembang dan bersifat terbuka.


Identitas nasional dalam kosteks bangsa cenderung mengecu pada kebudayaan, adat istiadat, serta karakter khas suatu negara. Seperti bahasa daerah, tarian daerah, musik-musik daerah, dan lain sebagainya.
Sedangkan identitas nasional dalam konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 serta Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, pahlawan – pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran Antasari dan lain – lain. Dari banyaknya simbol kenegaraan, Pancasila menjadi ciri khas untuk bangsa indonesia itu sendiri. Tanpa Pancasila, negara dan bangsa ini ibarat kapal tanpa kompas yang tengah berlayar di samudra luas tanpa tujuan jelas. Dalam buku Cita-cita Negara Pancasila oleh Sulastomo membahas tentang Pentingnya memahami Prinsip-Prinsip dasar pancasila serta pengalaman pancasila dalam berbangsa dan bernegara.
Pembentukan Identitas Nasional Suatu Bangsa
Pembentukan identitas nasional suatu negara tentunya mengalami proses yang panjang dan membutuhkan perjuangan yang besar. Hal ini karena identitas nasional adalah sebuah hasil dari kesepakatan masyarakat bangsa tersebut. Tidak setujunya masyarakat tentang identitas nasional di sebuah negara tentu saja bisa terjadi.

Umumnya, setiap kelompok masyarakat menginginkan identitasnya diangkat menjadi identitas nasional. Hal ini yang menyebabkan sebuah negara yang baru merdeka akan mengalami perdebatan dan pertikaian yang berlarut-larut.

Unsur Unsur Identitas Nasional Indonesia
Para pendiri negara Indonesia sudah menyepakati unsur-unsur identitas nasional. Identitas nasional negara Indonesia dituliskan secara resmi dalam UUD 1945 Pasal 35 sampai 36. Berikut adalah unsur-unsur identitas nasional:
1. Bendera Indonesia
Pasal 35 UUD 1945 berbunyi ‘Bendera Negara Indonesia ialah Sang merah Putih’. Merah memiliki arti berani dan putih memiliki arti suci. Lambang merah putih ini sudah tidak asing lagi sejak masa kerajaan.

Tidak hanya dipakai oleh kerajaan Majapahit saja, kerajaan kediri juga memakai panji merah putih sebagai lambang kebesarannya. Bendera merah putih ini pertama kali digunakan di Jawa pada Oktober 1928, tepatnya hari sumpah pemuda.

Namun ketika pemerintahan kolonialisme, bendera merah putih dilarang untuk dikibarkan. Akhirnya, bendera merah putih menjadi bendera resmi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Bendera merah putih bukan sembarang bendera, karena memiliki ukuran khusus, Ukuran bendera merah putih diatur dalam undang-undang nomor 24 tahun 2009 pasal 4 ayat 1 dan 3.
2. Bahasa Indonesia
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi ‘Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia’. Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional atau bahasa persatuan. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau.

Seiring waktu bahasa ini selalu berkembang dan mengalami perubahan. Bahasa Indonesia diawali sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Indonesia merupakan usulan dari Muhammad Yamin.

Pada saat itu ia mengatakan bahwa hanya ada dua bahasa yang bisa menjadi bahasa persatuan, antara bahasa Jawa dan bahasa Melayu, namun dalam kedepannya, bahasa Melayu lah yang akan menjadi bahasa persatuan.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, karena bangsa Indonesia memiliki berbagai jenis bahasa.
3.Lambang negara indonesia
Pasal 36A UUD 1945 berbunyi “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Garuda pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika dipilih menjadi lambang negara dan semboyan negara.

Burung Garuda yang dikenal dari mitologi kuno merupakan kendaraan Wishnu. Burung Garuda ini menggambarkan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan kuat. Burung Garuda sebagai simbol ikatan persatuan dan menyatunya rakyat Indonesia yang heterogen.
Lambang Garuda Pancasila dirancang oleh panitia Lencana Negara yang diketuai Sultan Hamid II. Lambang ini akhirnya disempurnakan oleh Soekarno dan diresmikan pertama kali pada tanggal 11 Februari 1950.

Di dalam burung Garuda Pancasila terdapat simbol-simbol untuk setiap sila. Sila pertama bergambar bintang emas, sila kedua dilambangkan dengan tali rantai berwarna emas, sila ketiga dilambangkan dengan pohon beringin, sila keempat dilambangkan dengan kepala banteng, dan untuk sila kelima dilambangkan dengan padi dan kapas.
Melalui banyak hal mengenai lahirnya Pancasila seperti ditandai oleh pidato yang dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Pidatonya pertama kali mengemukakan konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia pada 1 Juni 1945 sehingga di tetapkan Hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni. 
4. Semboyan Bangsa Indonesia
Sedangkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti ‘berbeda-beda tapi tetap satu jua’. Semboyan negara ini merupakan kutipan dari Kitab Sutasoma dari Mpu Tantular. Semboyan ini dipilih untuk menggambarkan persatuan negara Indonesia yang memiliki keberagaman suku, ras, agama, budaya, dan bahasa.
5. Lagu Kebangsaan Indonesia
Pasal 36B UUD 1945 berbunyi ‘Lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya’. Lagu Indonesia Raya dipilih menjadi lagu kebangsaan Indonesia. Lagu ini diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman, dan diperkenalkan pertama kali pada sumpah pemuda, 28 Oktober 1928 di Batavia.
Lirik lagu Indonesia Raya pertama kali dipublikasi di surat kabar Sin Po. Lagu kebangsaan Indonesia pertama kali dikumandangkan di depan Kongres Pemuda Kedua, namun setelah itu pemerintah kolonial melarang penyebutan lagu Indonesia Raya. Meski begitu, pemuda Indonesia tidak gentar dan mereka tetap menyanyikan lagu Indonesia Raya.
6. Dasar Falsafah Negara
Pancasila menjadi dasar falsafah negara. Terdiri dari lima dasar yang menjadi ideologi negara bangsa Indonesia. Pancasila adalah identitas nasional Indonesia yang memiliki kedudukan sebagai ideologi dan dasar negara.
7. Konstisusi Negara Indonesia
UUD 1945 menjadi konstitusi atau hukum dasar negara. UUD 1945 merupakan hukum yang tertulis dan memiliki kedudukan tertinggi dalam peraturan perundangan. UUD 1945 dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan dan bernegara. UUD 1945 sudah digunakan sejak Indonesia merdeka. Sehari setelah proklamasi , atau pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan naskah yang kini menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Pada buku Undang Undang Dasar Negara Ri Tahun 1945 Dengan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 berisi secara lengkap UUD 1945, Amandemen I-IV serta Penjelasannya (Lengkap dengan Diamandemen), Proses dan Perubahan Amandemen, Susunan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024,  Profil Kementerian Kabinet Indonesia Maju, Lembaga Setingkat Menteri, dan Profil lengkap Presiden dan Wakil Presiden dari masa ke masa.
8. Bentuk Negara Indonesia
Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berkedaulatan rakyat. Negara indonesia berbentuk kesatuan dan memiliki bentuk pemerintahan republik.
9. Sistem Indonesia
Sistem pemerintahan yang digunakan di Indonesia adalah sistem demokrasi, dengan sistem yang menjunjung kedaulatan rakyat. Sampai saat ini sudah disepakati bahwa Indonesia tidak akan melakukan perubahan identitas sebagai negara kesatuan.
Makna atau arti Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah kristalisasi pengalaman-pengalaman hidup dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai, pandangan filsafat, moral, etika yang telah melahirkannya. Dengan Pancasila sebagai dasar Negara itu pula para pendiri Negara dengan genius menyiapkan sistem ketatanegaraan NKRI sebagai “sistem sendiri”.
Untuk pendalaman lengkap mengenai sistem demokrasi di Indonesia, telah dibahas dalam buku Sistem Demokrasi Pancasila (Edisi Kedua) karya Tb. Massa Djafar, Dkk. Buku ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Ontologi Pancasila, Epistemologi demokrasi Pancasila, dan Aksiologinya. 
Faktor-Faktor Pembentukan Identitas Nasional
1. Faktor Objektif
Faktor objektif ini meliputi faktor geografis dan demografis. Kondisi geografi yang membentuk Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki iklim tropis. Indonesia juga terletak di wilayah Asia Tenggara, hal ini mempengaruhi adanya perkembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya bangsa Indonesia.
2. Faktor Subjektif
Faktor subjektif ini meliputi faktor sosial, politik, kebudayaan dan juga sejarah yang dimiliki bangsa Indonesia. Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi proses terbentuknya masyarakat Indonesia dan juga identitas bangsa Indonesia.
3. Faktor Primer
Faktor primer ini meliputi etnis, teritorial, bahasa, dan juga agama. Indonesia sendiri merupakan bangsa yang memiliki berbagai macam budaya, bahasa dan agama. Meskipun unsur-unsur tersebut berbeda-beda dan memiliki ciri khas masing-masing, namun hal tersebut bisa menyatukan masyarakat menjadi bangsa Indonesia.
Persatuan yang terjadi itu tidak serta merta menghilangkan keanekaragaman yang memang sudah ada di dalam masyarakat Indonesia, maka dari itu lahirlah istilah Bhinneka Tunggal Ika, yang memiliki arti berbeda-beda tapi tetap satu jua.
4. Faktor Pendorong
Faktor ini meliputi komunikasi dan teknologi, seperti lahirnya angkatan bersenjata dalam kehidupan negara. Dalam hubungan ini, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam suatu bangsa merupakan identitas nasional yang dinamis.
Maka dari itu, pembentukan identitas nasional yang dinamis ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan prestasi masyarakat Indonesia. Semuanya tergantung apakah bangsa Indonesia mau dan mampu membangun bangsa untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia.
5. Faktor Penarik
Faktor penarik ini meliputi bahasa, birokrasi yang tumbuh dan sistem pendidikan. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sudah ditetapkan menjadi bahasa nasional dan kesatuan nasional. Masing-masing suku yang ada di Indonesia masih tetap menggunakan bahasa dari daerahnya masing-masing.
6. Faktor Reaktif
Faktor reaktif ini meliputi dominasi, pencarian identitas dan juga penindasan. Seperti yang sudah diketahui bahwa bangsa Indonesia pernah dijajah beratus-ratus tahun oleh bangsa asing. Hal ini mewujudkan memori bagi rakyat Indonesia. Memori akan perjuangan, penderitaan dan semangat yang hadir dalam masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Faktor-faktor di atas pada dasarnya merupakan proses dalam sebuah pembentukan identitas nasional. Hal ini tentunya terus berkembang, mulai dari era sebelum kemerdekaan, sampai saat ini. Bangsa Indonesia dibangun dari masyarakat lama sehingga membentuk kesatuan dengan prinsip nasionalis modern. Maka dari itu, dalam pembentukan identitas nasionalnya, sangat erat dengan unsur-unsur sosial, ekonomi, budaya, geografis, dan juga agama.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN

 Identitas nasional adalah kepribadian nasional atau jati diri
nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa yang
satu dengan yang lainnya. Identitas nasional dalam konteks negara
tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila.
Identitas Nasional Indonesia:
1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia.
2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih.
3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya.
4. Lambang Negara yaitu Pancasila.
5. Lagu kebangsaan indonesia
Penerapan tentang identitas nasional harus tercermin pada pola pikir,
pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan
bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi atau kelompok.
Dengan kata lain, identitas nasional menjadi pola yang mendasari cara
berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai
masalah menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

B. SARAN

Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih
banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ubaidillah, dkk. Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Jakarta: IAIN 
Jakarta Press, 2000.
Lubis, Maulana Arafat, Pembelajaran PPKn di SD/MI, Yogyakarta: Samudra 
Biru, 2018.
Nikmah, Azah. “http://nikmahajah.blogspot.co.id/2013/11/proses-berbangsa-dan
 Bernegara, diakses pada selasa, 17 september 2017.
Sunarso, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn untuk Perguruan Tinggi), 
Yogyakarta: UNY Press, 2013.
Khon, Prof. Hans, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, Jakarta: Erlangga, 1984.

Senin, 16 Oktober 2023

METODOLOGI SUMBER AJARAN ISLAM

MAKALAH
SUMBER AJARAN ISLAM 
DOSEN PENGAMPU : Siti Aminah M.Pd
Mata kuliah : Metodologi Studi Islam
KELOMPOK :IV
Cep Rahmat                                   : (23702331025)
Difa Raudyatuzzahra Ramadani : (23702331007)
Samsul Hidayat                             : (23702331014)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM 
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM
IAI NASIONAL LAA ROIBA BOGOR
2023/2024

Kata Pengantar
Puji syukur bagi Allah SWT Tuhan alam semesta yang maha esa kami panjatkan untuk terselesaikannya tugas makalah mata kuliah Metodologi Studi Islam tentu karena Ridho dan RahmatNyalah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya sehingga kewajiban kami terhadap tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam dapat tertunaikan.
Makalah ini ber judul "Sumber Ajaran Islam" yang membahas mengenai apa saja sumber ajaran Islam tersebut sehingga dapat memberikan informasi, pengetahuan dan wawasan bagi pembaca topik pembahasan di dalam makalah ini.
Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen, dan kelompok 4 atas kerjasamanya dalam menyusun makalah ini baik secara online maupun offline. Semoga Allah SWT membalas amal baiknya.
Kami mengucapkan maaf yang sebesar besarnya apabila ada kesalahan baik disengaja atau yang tidak disengaja di dalam penulisan makalah ini. Kami sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan mohon memaklumi. Terima Kasih 
                        
            Bogor,16 oktober 2023

                                      Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................2
ABSTRAK....................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. .................4
METODE PENELITIAN.....................................................................5
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.METODOLOGI ULUMU TAFSIR...................................................6
METODE GLOBAL (ijtima)
METODE ANALITIS (tahlili)
METODE KOMPARATIF (muqaran)
METODE TEMATIK (maudhu'i)
BAB II
B.METODOLOGI ULUMU HADIST.................................................................7
METODE TAKHRIJ ATAU PENELITIAN HADITS.................8
METODE PEMAHAMAN HADITS.........................................9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN..................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................11

ABSTRAK
Islam sebagai agama yang berlaku abadi dan berlaku untuk seluruh umat manusia mempunyai sumber yang lengkap pula. Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur'an dan Sunnah yang sangat lengkap. Pertanyaan yang akan timbul adalah metode apa saja yang digunakan untuk memahami Al-Qur`an dan Sunah sebagai sumber ajaran Islam. Seperti yang diketahui bahwa AI-Qur'an merupakan sumber ajaran yang bersifat pedoman pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak diterangkan dan dilengkapi oleh Sunnah. Tapi, sesuai dengan perkembangan zaman, banyak masalah-masalah baru yang timbul tentang bagaimana cara memahami AI-Qur'an dan Sunnah. Dalam Persoalan-persoalan baru itu sudah barang tentu jawabannya sejauhmana Islam secara tegas menetapkan dan memecahkannya. Dengan demikian metodologi sumber ajaran islam sangat dibutuhkan sebagai salah satu metode dalam menerangkan suatu persoalan AI-Qur'an dan Sunnah. Ada beberapa metodologi yaitu metodologi ulumul tafsir, metodologi ulumul hadits, metodologi filsafat dan teologis (kalam), metodologi tasawuf dan mistis islam, metodologi kajian fiqh dan kaidah ushuliyah.








BAB I PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sangat kompleks. Sehingga dalam memahaminya pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahamanyang utuh mengenai agama Islam. Sejak Islam masuk di Indonesia pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai macam pemahaman yang berbeda mengenai Islam. Sehingga dibutuhkan penguasaan tentang cara-cara yang digunakan dalam memahami ajaran Islam. Maka, dalam makalah ini kami akan mencoba membahas tentang metode memahami sumber ajaran Islam serta beberapa hal yang berkaitan untuk memahami Islam di Indonesia.
Metodologi memiliki peranan penting dalam mempelajari agama termasuk Islam. Agama Islam masih sangat membutuhkan penelitian yang akurat. Ahli-ahli ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal ini para orientalis, mendekati Islam dengan metode ilmiah saja. Akibatnya, penelitiannya itu kurang menarik tetapi sebenarnya mereka tidak mengerti secara utuh. Yang mereka ketahui hanya segi-segi luar Islam saja yang sama sekali tidak bersama dengan kenyataan-kenyataan yang hidup didalam masyarakat. Oleh karena itu, tidak dapat diterapkan di dalam masyarakat. Maka dari itu berbagai aspek Islam mutlak perlu digalakkan agar umat Islam memiliki kemampuan menghadapi dan memecahkan masalah modern yang di hadapi bangsa Indonesia seperti kemiskinan keterbelakangan ekonomi, pertambahan penduduk, pekembangan politik, dan yang sangat mendesak.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yan dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa byuku, catatan maupun laporan hasil penelitian terdahulu.Penulis mmengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber bacaan yang ada di perpustakaan. Baik berupa buku maupun jurnal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Metodologi Ulumu Tafsir
Lahirnya metode-metode tafsir disebabkan oleh tuntutan perubahan sosial yang selalu dinamik. Dinamika perubahan sosial mengisyaratkan kebutuhan pemahaman yang lebih kompleks. Kompleksitas kebutuhan pemahaman atas al-qur’an itulah yang mengakibatkan, tidak boleh tidak, para mufassir harus menjelaskan pengertian ayat-ayat al-qur’an yang berbeda –beda. Metodologi tafsir menduduki posisi yang teramat penting didalam tatanan ilmu tafsir, karena tidak mungkin sampai kepada tujuan tanpa menempuh jalan yang menuju kesana.
Al-qur’an secara tekstual memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teksnya selalu berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Karenanya, al-qur’an selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan  berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya. Menurut Rosihan Anwar metodologi tafsir adalah ilmu tentang metode penafsiran al-Qur’an. Disini dapat dibedakan antara metode tafsir dan metodologi tafsir.
 Metode tafsir adalah cara-cara menafsirkan al-Qur’an, sedangkan metodologi tafsir adalah ilmu tentang cara penafsiran al-Qur’an (Nurhayati Zain, 2005)Nashruddin Baidan dalam bukunya metodologi penafsiran al-Qur’an menulis bahwa metode tafsir itu dibagi menjadi empat jenis yaitu:

1.Metode Global (Ijmali)
   Metode Global (Ijmali) ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, tanpa uraian panjang lebar, mudah dimengerti dan enak dibaca. Dengan metode ini, mufassir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki.
Menurut Al-Farmawimetode tafsir ijmali adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-qur’an dengan cara mengungkapkan makna global. Makna yang diungkapkanbiasanya diletakkan dalam rangkaian ayat-ayat atau menurut pola-pola yang diakui oleh ulama dan mudah dipahami oleh semua orang (Rosniati Hakim, 2009).
2.Metode Analitis (Tahlili)
   Metode Analitis (Tahlili), yaitu metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu dengan menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Menggunakan metode tahlili ini para mufassir menafsirkan ayat mengikuti rentetan ayat demi ayat sesuai dengan urutan/susunan ayat dan surat yang tercantum dalam al-Qur’an.
Menurut Al-Farmawi metode tafsir tahlili adalah suatu metode yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Penafsiran memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lainnya(Rosniati Hakim, 2009).Kelebihan metode ini antara lain adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa kata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu dahulu. Cara penafsiran ayat-ayat dalam tafsir al-kasysyaf karangan al-zamakhsyari dan tafsir dengan cara tahlili.

3.Metode Komparatif (Muqaran)
   Metode Komparatif (Muqaran) adalah suatu metode penafsiran perbandingan. Metode tafsir muqaran mengemukakan penafsiran-penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Disini seorang penafsir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-qur’an, kemudian ia mengkaji dan meneliti ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka. Metode tafsir muqaran dapat juga dilakukan dengan cara memperbandingkan sejumlah ayat al-Qur’an dengan yang lainnya yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau khusus yang sama. Dan juga memperbandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadits-hadits nabi yang secara lahiriyah tampak berbeda(Rosniati Hakim, 2009).
4.Metode Tematik (Maudhu’i)
Metode Tematik (Maudhu’i), adalah tafsir yang membahas ayat-ayat al-qur’an dalam tema yang sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Metode tematik ini adalah metode tafsir yang membahas mengenai satu topik masalah secara menyeluruh menjelaskan maksudnya secara umum dan khusus serta rinci menghubungkan masing-masing pokok masalah. Dalam metode tematik ini terdapat dua cara yang digunakan, yaitunya:
A.Cara yang pertama, metode ini menentukan urutan ayat-ayat itu sesuai dengan masa turunnya, mengemukakan sebab turunnya sepanjang hal itu dimungkinkan (jika ayat-ayat itu turun karena sebab-sebab tertentu), menguraikannya dengan sempurna, menjelaskan makna dan tujuannya, dan lain-lain sehingga satu tema itu dapat dipecahkan secara tuntas berdasarkan seluruh ayat al-Qur’an itu dan oleh karenanya tidak diperlukan ayat-ayat lain. Cara ini merupakan cara yang sangat penting dalam metode tematik. 

B.Cara yang kedua, penafsiran yang dilakukan seorang mufassir dengan cara mengambil satu surat dari surat-surat al-Qur’an. Surat itu dikaji secara keseluruhan, dari awal sampai akhir surat. Kemudian ia menjelaskan tujuan-tujuan khusus dan umum dari surat itu serta menghubungkan antara masalah-masalah (tema-tema) yang dikemukakan pada ayat-ayat dari surat itu, sehingga jelas surat itu merupakan suatu rantai emas yang setiap gelang-gelang darinya bersambung satu dengan lainnya, sehingga ia menjadi satu kesatuan yang sangat kokoh.
BAB II
B.Metodologi Ulumu Hadist
Para peneliti hadits dalam melakukan penelitian berbekal metodologi yang baku dan ketat. Mereka menggolongkan hadits kedalam empat golongan utama, yaitu shahih atau asli, hasan atau baik, dha’if atau lemah, dan maudhu’ atau palsu. Apabila kita akan meneliti keshahihan sebuah hadits tersebut satu persatu mulai dari sanadnya, matannya, rawinya. Caranya dengan metode yang disebut takhrijul-hadits.Dalam Penggunaan Metode Berkisah Terhadap Efektivitas Pembelajaran Daring Pada Mata Pelajaran Sejarah  Kebudayaan Islam Kelas VIII D Metode Memahami Sumber Ajaran Islam proses pentadwinan sunnah atau hadits dari periode ke periode mengalami beberapa perkembangan, mulai zaman Nabi sampai zaman  pembuatan  syarah. Takhrij  hadits adalah fase kedelapan dari periode  dimaksud,  yaitu  periode  metode takhrij  al-hadits (suatu metode penelitian hadits).
1.Metode Takhrij atau Penelitian Hadits
Menurut Muhaimin(Roaniati Hakim, 2009), metode penelitian hadits disebut dengan dengan takhrijul hadits.Secara terminologi takhrij berarti menunjukkan letak hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) dimana diterangkan rangkaian sanadnya., kemudian dijelaskan nilai hadits tersebut bila perlu. Takhrij hadits sangat berguna antara lain untuk memperluas pengetahuan seseorang tentang seluk beluk kitab-kitab hadits dalam berbagai bentuk dan sistem penyusunannya, mempermudah seseorang dalam mengembalikan sesuatu hadits yang ditemukannya dalam sumber-sumber aslinya, sehingga dengan demikian akan mudah pula mengetahui derajat keshahihan atau tidaknya hadits tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan takhrij hadits, yaitu :

a.Memperhatikan sahabat yang meriwayatkannya, jika disebutkan

b.Memperhatikan lafadz-lafadz pertama dari matan hadits

c.Memperhatikan salah satu lafadz hadits

d.Memperlihatkan tema hadits

e.Memperhatikan sifat khusus sanad/matan hadits
Dengan demikian, untuk melakukan takhrij hadits dapat ditempuh salah satu metode dari beberapa metode berikut :
1)Metode takhrij melalui pengetahuan tentang nama sahabat perawi hadits, metode ini hanya dipergunakan bila nama sahabat itu tercantum pada hadits yang akan ditakhrij.
2)Metode takhrij melalui lafadz awal dari matan hadits, metode ini dipakai apabila permulaan lafadz hadits-hadits itu dapat diketahui dengan tepat.
3)Metode takhrij melalui pengetahuan tema hadits, metode ini akan mudah digunakan oleh orang yang sudah terbiasa dan ahli dalam hadits.

4)Metode takhrij melalui pengetahuan tentang sifat khusus atau sanad hadits itu, maksudnya adalah memperhatikan keadaan-keadaan dan sifat hadits yang baik pada matan atau sanadnya, kemudian mencari asal-asal hadits-hadits itu dalam kitab-kitabkhusus mengumpulkan hadits-hadits yang mempunyai keadaan atau sifat-sifat tersebut, baik dalam matan maupun sanadnya.
2.Metode Pemahaman Hadits
Menurut Bukhari, ada beberapa kecenderungan ulama dalam memahami hadits Nabi, untuk mendapatkan pelajaran dengan berbagai metode. Maka metode-metode pemahaman hadits dimaksud dapat diklasifikasikan kepada metode pemahaman hadits tradisional dan metode pemahaman hadits modernis. Berikut ini akan dideskripsikan kedua metode tersebut :
1)Metode pemahaman hadits tradisional yaitu memahami hadits dengan pendekatan kontekstual historis.
2)Metode Pemahaman Hadits Modernis Metode pemahaman hadits modernis adalah memahami hadits-hadits Rasul dengan pendekatan ilmiah dan logika deduktif (filosofis). Bukhari juga mengemukakan metodologis dalam rangka memahami hadits dengan langkah-langkah(Rosniati Hakim, 2009):
a.Penentuan tema hadits yang akan dipahami
b.Penghimpunan hadits-hadits tentang tema yang dipilih
c.Penentuan orisinalitas hadits yang dijadikan sampel
d.Pemahaman makna hadits
e.Pengambilan spirit atau pandangan hidup yang terkandung dalam keseluruhan hadits.
Ilmu-ilmu muthalahul-hadits, rijalul-hadits dan lain-lain adalah merupakan bentuk intervensi atau campur tangan keilmuan para ulama hadits lewat 
metodologi yang mereka gunakan untuk menentukan mana yang shahih, hasan dan maqtu’, mursal, dha’if, dan seterusnya.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Metodologi memiliki peranan penting dalam mempelajari sumber ajaran Islam. Diantaranya Metodologi Ulumul Tafsir, adalah ilmu tentang metode penafsiran al-Qur’an. Metode  tafsir  dibagi  menjadi  empat  jenis  yaitu  :  metode  global (ijmali),  metode  analitis (tahlili), metode komparatif (muqaran), dan metode tematik (maudhu’i).Metodologi Ulumul Hadits, caranya dengan metode yang disebut takhrijul-hadits (suatu metode penelitian hadits). Metode ulumul hadits dibagi menjadi dua yaitu : metode takhrij atau penelitianhadits dan metode pemahaman hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Aridl, ‘Ali Hasan. 1994. Sejarah, dan Metodologi Tafsir. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Al-qaththan, Syaikh Manna’. 2008. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta : Pustaka Al-kautsar Hakim, Rosniati. 2009. Metodologi Studi Islam II. Padang : Hayfa Press. Muhaimin. 2007 Kawasan, dan Wawasan Studi Islam. Jakarta : Kencana.
Nata, Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Panjang, Hasymi Dt. R. 2012. Pembelajaran Qur’an Hadits 1. Padang : Hayfa Press. Zain, Nurhayati. 2005. Pembaharuan Pemikiran dalam Tafsir. Padang : IAIN IB 
Press.
Lubis, Nur A. Fadhil. (2015).

Minggu, 15 Oktober 2023

Makalah Usman bin affan r.a

 MAKALAH 

SEJARAH ERA PEMERINTAHAN KHALIFAH USMAN BIN AFFAN R.A


Dosen Pengampu: Tinta Ilmiati M.SOS

Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam

KELOMPOK: V

NAMA: CEP RAHMAT          

NIM: 23702331025

NAMA: IHSAN TUAHENA   

NIM: 23702331017


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM 

IAIN LAA ROIBA BOGOR

2023/2024

KATA PENGANTAR

Ahamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt atas berkat rahmat petunjuk dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul, SEJARAH ERA PEMERINTAHAN USMAN BIN AFFAN R.A.

Tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang  merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanan-nya beserta keluarganya, sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir jaman.

Dan Terimakasih kami ucapkan kepada dosen Ibu Tinta ilmiati M.sos

Yang  telah memberikan tugas makalah ini untuk pembelajaran dan penilaian mata kuliah Sejarah Peradan Islam,

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan serta wawasan para pembaca,  kami menyadari bahwa makalah yang sederhana ini jauh dari kesempurnaan, karena itu, dengan segala kerendahan hati kami memohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, terutama ibu dosen selaku pembimbing mata kuliah ini demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi, Terimakasih






BOGOR,14 October 2023


Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………….…………1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN………………………………..…………………………………………………………3

A. Latar Belakang Masalah ................................................................4

B. Rumusan Masalah .........................................................................5

C. Pengertian Judul dan Ruang Lingkup Pembahasan.......................6

D. Kajian Pustaka ...............................................................................7

BAB II RIWAYAT HIDUP USMAN BIN AFFAN ……………………………………12

A. Biografi Usman bin Affan.............................................................. 13

B. Kepribadian Usman bin Affan........................................................ 14

C. Kedudukan Usman bin Affan dalam Islam .................................... 15

BAB III PEMERINTAHAN USMAN BIN AFFAN …………………………….……16

A. Usman Terpilih Menjadi Khalifah ..................................................17

B. Kebijakan-Kebijakan Khalifah Usman bin Affan.............................18

C. Khalifah Usman bin Affan Terbunuh..............................................19

BAB IV MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA KELOMPOK PEMBERONTAK………………20

A. Sebab-Sebab Terjadinya Pemberontakan.....................................21

B. Kesalahan yang dilakukan Khalifah Usman bin Affan....................22

C. Tokoh Dibalik Kelompok Pemberontak .........................................23

BAB V PENUTUP…………………………………………………………………………………………………..24

A. Kesimpulan ...................................................................................25

B. Implikasi Penelitian........................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................27





BAB I 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak ada satu nash yang qoth‟i atau isyarat yang jelas dari nabi Muhammad

saw. tetang siapa yang akan menjadi pengganti memimpin ummat Islam setelah

Nabi Muhammad saw. Kelompok pertama yaitu kaum anshar memandang bahwa

merekalah yang paling berhak menjadi khalifah, mereka telah menyambut dan

menolong Nabi serta penyelamat Islam. Kelompok kedua yang dimotori Abu Bakar

dan Umar memandang bahwa kekhalifahan khusus bagi kaum Muhajirin. Karena

mereka lebih dulu masuk Islam dan bangsa Arab tidak akan memeluk Islam kalau

bukan bangsa Quraisy. Kelompok ketiga berpendapat bahwa kekhalifahan harus

berada di tangan Bani Hasyim, yaitu keluarga Nabi Khususnya Ali bin Abi Thalib,

karena Ali adalah orang yang pertama dari sejak kanak-kanak memeluk Islam,

membela dan mempertahankanya secara terang-terangan juga memiliki pengetahuan

yang luas tetang Islam1

Perbedaan pendapat tersebut tidak berlangsung lama karena pendapat

kelompok Abu Bakar dan Umar mendapat dukungan luar dari para sahabat pada

rapat yang dilaksanakan di balai pertemuan(Tsaqifah) Bani Sa‟adah, maka dibaiatlah




1 Abu Zahrah, Tarikh al-Muzahib al-Islam, terj. Politik Aqidah dalam Islam(Cet. I; Jakarta: Logos Publishing House, 1996),h. 22-23

E



Abu Bakar secara ijma‟ selanjutnya Abu Bakar dalam pidato pelantikannya 

menggambarkan prinsip-prinsip kekuasaan demokratis.2

Setelah Abu Bakar meninggal Umar menggantikan kedudukanya sebagai 

khalifah Islam dan meneruskan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan 

sebelumnya, kekhalifahan kedua ini Sepanjang pemerintahannya telah berhasil 

meredakan ketegangan antar kelompok dan melakukan ekspansi perluasan wilayah 

yang luas.3

Pada saat Khalifah Umar mengalami penikaman dan merasa bahwa umurnya 

tak lama lagi, ia berinisiatif untuk menunjuk penggantinya melalui majelis syuroh 

dengan menunjuk enam orang sahabat terbaik Nabi Muhammad saw. Usman bin 

Affan terpilih dan diangkat dari hasil musyawarah tersebut.4

Islam hanya meletakkan kaidah-kaidah umum dan tidak menetapkan bentuk 

ataupun aturan terperinci yang berkaitan dengan kepemimpinan dan pengelolahan 

pemerintahan. Adapun bentuk atau model pemerintahan beserta metode 

pengelolahannya menjadi ruang lingkup ijtihad dan proses pembelajaran kaum



2 Abu Zahrah, h. 25. 3 K. Ali, A Study of Islamic History, Terj. Gupron A. Mas‟adi, Sejarah Islam (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h.91. 4 Dalam sidang Formatur yang dipimpin oleh Abdurrahman bin „Auf, Utsman mengusulkan nama Ali bin Abu Thalib dalam pencalonan sebagai khalifah ketiga. Sedangkan Ali bin Abu Thalib bersikeras agar Utsman yang terpilih sebagai khalifah pengganti Umar bin Khatthab. Karena hal inilah maka kemudian diadakan musyawarah penentuan suara sampai terpilihnya Utsman bin Affan dengan suara mayoritas. Dengan demikian terbukti jelas bahwa tokoh Ali maupun Utsman bukanlah tokoh yang ambisius terhadap kekuasaan. Selengkapnya baca Al Hafidz Jalaluddin As Suyuthi, Tarikh al Khulafa (Beirut: Dar al Fikr. 2001), hal. 176. Lihat pula A. Hafidz Dasuki, (Pimred).et. all., jilid I, hal. 25




Muslimin dengan memperhatikan aspek kemaslahatan dan menyesuaikan 

perkembangan zaman.

Ketiadaan bentuk penetapan yang digariskan oleh Rasulullah saw sebagai 

bentuk landasan suatu Negara, bukan berarti bebas mengambil acuan isi konstitusi 

Negara dengan seenaknya tanpa melihat, merujuk, dan berpedoman kepada nilai-nilai 

kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan yang telah di contohkan oleh Rasulullah saw. 

Karena sebagai umat Nabi Muhammad saw. sudah menjadi kewajiban untuk 

melaksanakan amanat Al-quran dan Al-sunnah sebagai petunjuk hidup beribadah, 

bermuamalah, sampai kepada bernegara (menjadi Muslim negarawan).

Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari sejarah perjalanan para khulafah 

(penguasa Islam), baik sejarah perjalanan para Khulafau ar-Rasyidin maupun para 

Khalifah sesudahnya yang menggunakan sistem monarki. Banyak kebaikan yang 

wajib kita teladani, diantaranya tentang keadilan, keberanian, pengorbanan, 

kepahlawanan dan sifat-sifat luhur lainnya. Sedangkan terhadap sisi kelam dari 

kehidupan sebagian mereka, maka hal itu harus kita jadikan pelajaran bahwa 

barangsiapa yang mengikuti jejak mereka, dia pun akan menuai kepahitan 

sebagaimana yang pernah mereka rasakan.6

Keteladanan yang telah diperlihatkan oleh para Khulafau ar-Rasyidin dan 

bentuk kekhalifahan secara monarki setelah Khulafau ar-Rasyidin melalui catatan


5Ahmad Dzakirin, Tarbiyah Siyasiyah (Cet. I; Surakarta: PT. Era Adicitra Intermedia, 2010), h. 29. 6 Imam As-Suyuti Penerjemah Samson Rahman, Tarikh Khulafa (Cet. I; Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2000), h. VII.







sejarah, dapat dikatakan seluruhnya memiliki prestasi di dalam membangun 

peradaban dunia khususnya kemajuan dalam negara yang dipimpinnya. Walaupun 

tidak bisa dinafikkan kalau masih banyak kekurangan pada diri seorang pemimpinnya 

dalam mengawal negaranya namun mari kita mengambil manfaat dari usaha kebaikan 

karena perbuatan manusia tidak ada yang luput dari faktor kesalahan.

Periode khalifah awal merupakan sebuah periode munculnya tatanan sosial 

baru sebagai implikasi ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw., Islam yang 

dibawa Nabi Muhammad merupakan nilai-nilai samawi yang berisi tentang tatanan 

kehidupan, bukan hanya terkait dengan aspek akhirat tetapi juga mengatur kehidupan 

di dunia.7 Kedaulatan politik kenegaraan pertama dalam sejarah Islam dimulai sejak 

hijrahnya Nabi Muhammad saw. dari Mekah ke Yastrib (Madinah sekarang), sejak 

dipersaudarakannya kaum Anshar dengan kaum Muhajirin, Rasulullah saw. 

kemudian membuat sebuah kesepakatan bersama dengan penduduk Madinah yang 

tertuang dalam bentuk piagam Madinah.

Berdirinya kedaulatan Islam yang di prakarsai oleh Nabi Muhammad, menjadi 

awal lahirnya pemerintahan Islam lengkap dengan sistem aturan yang telah dibuat 

oleh Nabi saw sebagai Rasul dan Kepala Negara. Banyak pihak yang tidak senang 

dengan adanya kedaulatan ini, sebut saja kaum Yahudi yang berada di dalam ikatan 

perjanjian Piagam Madinah di tambah dengan serangan dari luar yaitu kaum Quraisy, 

yang berupaya bagaimana supaya Islam ini bisa dihancurkan. Berawal dari


7 Syamsul Bakri, Peta Sejarah Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), 15.




kedengkian kaum Musyrikin sehingga terjadilah perang pertama di dalam Islam yaitu 

perang Badar, yang kemudian berlanjut ke peperangan berikutnya akibat gangguan 

yang ditujukan kepada kaum Muslimim. 

Peperangan sampai ekspansi yang dilancarkan oleh kaum Muslimin bukan 

semata-mata menjajah non-Muslim tapi lebih kepada seruan dakwah Islam ke 

segenap penjuru dunia, namun bagi raja-raja yang tidak merespon ajakan tersebut 

mereka merobek-robek suratnya dan menganggap lebih baik berperang daripada 

tunduk terhadap ajakan Rasulullah saw. yang kemudian menjadi pemicu terjadinya 

perang dan berlanjut hingga kepemimpinan dipegang oleh Khalifa Usman bin Affan.

Pada kepemimpinan Khalifah yang ke tiga inilah luas wilayah yang 

ditaklukkan semakin bertambah sehingga otomatis menambah pundi-pundi kas Baitul 

Mal pemerintahan Islam dari pembayaran Upeti daerah-daerah yang ditaklukkan. 

Dampak dari perluasan wilayah tidak hanya berdampak positif pada 

pemerintahan Islam tetapi juga berdampak negatif, misalnya beragamnya 

kebudayaan, agama, ras, warna kulit, bahasa dan adat-istiadat, membuat sebuah 

tatanan baru dalam kebudayaan Islam. Masyarakat yang baru mengenal Islam

(muallaf) masih sangat minim dalam pemahaman agamanya sehingga sangat rentan 

mengalami pengaruh buruk, harta yang berlimpah juga membuat masyarakat menjadi 

cinta dunia sehingga semngat dakwanya dalam menyebarkan Islam juga menurun.

Selama 12 tahun masa pemerintahanaya Usman bin Affan banyak 

memberikan kontribusi terhadap kemajuan Islam, dari segi perluasan wilayah Usman





melakukan ekspansi ke daerah-daerah yang terhenti pada masa Umar, perluasan ini 

ditempuh dengan dua cara yaitu jalur darat dan jalur laut dimana pada jalur laut ini 

pertama kali dilakukan oleh kaum muslimin sehingga dapat memukul mundur 

angkatan laut Romawi.

Satu karya terpenting Usman dalam rangka mempersatukan Ummat Islam 

adalah dengan menyusun mushab al-Quran yang selama ini terdapat perbedaan 

bacaan dan parisai kitab suci al-Quran di berbagai wilayah. Atas usaha kebijakankebijakan Usman inilah maka dalam enam tahun pertama masa kekhalifahanya ia 

berhasil mencapai kemajuan gemilang. Sementara pada periode terakhir masa 

pemerintahanya mengalami ketidak stabilan di tengah-tengah masyarakat di beberapa 

provinsi wilayah pemerintahanya seperti Kufah, Basrah dan Mesir. 

Hal inilah yang menarik untuk ditelusuri mengapa di wilayah tersebut 

mengalami pergolakan dan kritikan yang sangat keras terhadap pemerintahan Usman 

dibandingkan dengan wilayah-wilayah kekuasaan yang lain. Seberapa buruk dan 

mendesak kondisi pada saat itu sehingga protes dan kritikan tak henti-hentinya 

dilancarkan oleh orang-orang yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Usman 

ketika itu.



8 Syeh Muhammad Nasir, its Concep and History, terj. Adam Effendi, Islam Konsepsi dan Sejarah (Cet. III; Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), h.186. 9 Muhammad Nasir, h. 187







Dari prestasi-prestasi yang diraihnya dan mengingat banyaknya hadis-hadis 

nabi yang membahas keutamaan sahabat Usman bin Affan membuat siapa pun akan 

terdorong hatinya untuk menelusuri apa sebenarnya yang terjadi pada pemerintahan 

Khalifa ke tiga ini dan apa sebab sehingga Khalifah wafat dalam keadaan yang 

mengenaskan ditangan kaum muslimin dari penjuru negeri Islam dan disaksikan oleh 

sahabat-sahabat utama Rasulullah saw. tanpa berbuat sesuatu apapun untuk mencegah 

para pemberontak tersebut.


B. Kepribadian Usman bin Affan

Usman bin Affan adalah salah seorang sahabat yang dikagumi oleh 

Rasulullah saw. Hal itu erat kaitanya karena Usman bin Affan adalah sahabat yang 

sederhana, saleh dan dermawan. Tidak mengherankan jika kemudian Nabi 

memberikan dua orang puterinya untuk dinikahi oleh Usman bin Affan, sebagaimana 

telah di kemukakan sebelumnya.50

Usman bin Affan tergolong sahabat yang kaya raya, namun penuh kesalehan 

dan kedermawanan. Oleh karena semangat kesalehan dan kedermawanannya itu, 

maka ketika datang perintah Nabi untuk melakukan hijrah, diperkenankannya 

perintah itu tanpa memikirkan harta kekayaan dan urusan perdagangan yang ia 

tinggalkan. Dia ridha meninggalkan semua itu demi kejayaan agama dan demi 

ketaatan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. 

Oleh karena kedermawanannya dalam usaha untuk mencapai kejayaan Islam 

dan kemenangan kaum muslimin, maka segala usaha yang menuju pada usaha 

perbaikan nasib umat Islam selalu mendapat perhatian. Waktu kaum muslimin 

Madinah mengalami kesulitan air untuk keperluan sehari-hari, Usman tampil 

menutupi penderitaan mereka dengan cara membeli sumur Raunah, milik seorang 

yahudi dengan harga 12.000 (dua belas ribu) dirham untuk separuh sumber airnya.






B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pokok masalah dalam penelitian ini 

adalah Apa Penyebab Munculnya Pemberontakan pada masa Pemerintahan Khalifah 

Usman bin Affan? dari pokok masalah tersebut dikembangkan dalam beberapa sub 

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sosok dan kepribadian Khalifah Usman bin Affan?

2. Bagaimana kondisi kekhilafahan pada masa khalifah Usman bin Affan?

3. Kebijakan-kebijakan apa yang menimbulkan kontroversi ditengah 

kaum muslimin pada masa khalifah Usman bin Affan 

C. Definisi Operasional Judul dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Definisi Operasional

Untuk menghindari pengertin yang keliru serta untuk memperoleh 

pemahaman yang jelas, maka perlu dibatasi dalam empat istilah, empat istilah

tersebut yaitu. Pemerintahan, Analisis, Historis dan Pemberontakan. Dalam 

penulisan tesis yang berjudul Pemerintahan Usman bin Affan (Analisis Historis 

Sebab munculnya Pemberontakan), Demikian pula untuk menghilangkan kekaburan 

mengenai fokus yang akan diteliti. Adapun istilah yang dijelaskan adalah sebagai 

berikut:

a. Pemerintahan: proses, cara, perbuatan memerintah, segala urusan yang 

dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat 

dan kepentingan masyarakat.

10 atau sebuah sistem yang menjalankan 

wewenang dan kekuasaan, mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan 

politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Sehingga dapat disimpulkan 

bahwa pemerintah merupakan sebuah organisasi yang memiliki tugas dan 

fungsi untuk mengelola sistem pemerintah dan menetapkan kebijakan 

Negara.

b. Analisis: penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan 

yang sebenarnya(sebab-musabab, duduk perkara, dsb)11






c. Kritis: bersifat tidak mudah percaya, selalu berusaha menemukan 

kesalahan atau kekeliruan, tajam dalam menganalisa.

d. Pemberontakan: dalam pengertian umum, adalah penolakan terhadap 

otoritas. Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk, mulai dari 

pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan terorganisir 

yang berupaya meruntuhkan otoritas yang ada. Istilah ini sering pula 

digunakan untuk merujuk pada perlawanan bersenjata terhadap 

pemerintah yang berkuasa, tapi dapat pula merujuk pada gerakan 

perlawanan tanpa kekerasan. Orang-orang yang terlibat dalam suatu 

pemberontakan disebut sebagai "pemberontak".


2. Ruang Lingkup Penelitian 

Penelitian ini membatasi topik penelitian dan pembahasan pada era 

kepemimpinan khalifah Usman bin Affan pada akhir masa jabatan yang mengalami 

kritikan dan goncangan dari berbagai daerah yang merupakan cikal-bakal munculnya 

kelompok pemberontak sebagai reaksi atas kebijakan-kebijakan khalifah selama 

masa dua belas tahun masa pemerintahanya.

Kajian Pustaka

Tinjauan pustaka adalah bagian yang tak kalah pentingnya dalam sebuah 

penelitian. Sebab dalam tinjauan pustaka tersebut dapat diketahui posisi, orisinalitas 

dan eksistensi sebuah penelitian diantara hasil-hasil riset yang terdahulu. Terkait 

dengan hal ini penulis pun melakukan studi terhadap hasil-hasil penelitian tentang

sosok Usman bin Affan maupun posisinya sebagai khalifah yang telah dihasilkan 

para peneliti terdahulu baik yang berbahasa latin, terjemahan maupun karya-karya 

dalam bahasa Indonesia. Berikut ini hasil-hasil penelitian yang berhasil penulis 

himpun.

Ibnu Katsir dengan judul al-Bidayah wan Annihayah, dalam buku ini dibahas 

tentang masa Khulafa‟ur Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Dalam 

setiap pembahasan tokoh tersebut dijelaskan mengenai riwayat hidup baik sebelum 

dan setelah masuk Islam, sifat dan kepribadiannya, diangkat menjadi khalifah dan 

kontribusinya selama memangku jabatan sebagai khalifah, apa-apa yang telah diraih 

atau prestasi gemilang yang dimiliki. Serta penaklukan-penaklukan yang dilakukan, 

Juga membahas mengenai akhir hayatnya.

Selanjutnya Imam Ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, merupakan salah 

satu buku yang menjadi ensiklopedi sejarah Islam lengkap, yang berisikan rentetan 

riwayat yang mengandung sejarah penciptaan masa, alam, hingga berbagai peristiwa

dan kisah para nabi dan para Khulafaurrasyidin, dinasti Umayyah dan Abbasiyah. 

Dalam edisi Indonesia ini telah diverifikasi mengenai validitas dan akurasi muatan 

sejarahnya, sehingga buku ini diberi judul Shahih Tarikh ath-Thabari, sehingga 

dalam edisi ini pembaca hanya akan mendapatkan kisah sejarah yang benar yang jauh 

dari rekayasa dan mitos.

Qadhi Abu Bakar Ibnu Arabi dalam bukunya, al-Awashim min al-Qawashim, 

fi Tahqiq Mawaqif ash-Shahabah Ba‟da wafat an-Nabi saw. (Meluruskan Sejarah, 

Menguak Tabir Fitnah Sejak Rasulullah Saw. Wafat Hingga Masa Bani Umayyah, Ia

Menjelaskan peristiwa-peristiwa fitnah yang terjadi pada masa Rasulullah saw. 

hingga masa Bani Umayyah, buku ini sangat menarik karena dilengkapi dengan 

penjelasan dari hadis-hadis shahih tentang sejarah yang coba diluruskan, selain hadis, 

juga digunakan sumber-sumber primer yang sangat awal. Buku ini mencoba 

membantah dan meluruskan fitnah-fitnah yang terjadi dalam sejarah umat Islam, 

tanpa terkecuali di dalamnya tentang fitnah disekeliling Khalifah Usman bin Affan.

Selanjutnya dijumpai pula referensi khusus yang membahas tentang Usman 

bin Affan seperti yang ditulis oleh Muhammad Husain Haekal dalam buku Usman 

bin Affan, antara Kekhalifahan dengan Kerajaan. Dalam buku ini Muhammad Husain 

Haekal tidak sekedar menulis biografi, ia membuat studi yang cukup mendalam 

mengenai pribadi dari segi psikologi dan tipologi Usman dan beberapa tokoh penting 

lainya, mengenai masyarakat lingkungannya dan politik dunia sekitarnya ketika itu, 

pembahasan dalam buku ini berkaitan dengan kondisi pemerintahan Usman bin Affan 

masih bersifat umum, sehingga butuh referensi tambahan untuk mendukung 

perluasan pembahasanya.

Selanjutnya dapat dijumpai pula dalam tulisan lain seperti apa yang telah 

ditulis oleh Imam As-Suyuthi dalam bukunya yang berjudul Tarikh Khulafa‟. Dalam 

buku ini dikemukakan tentang sejarah penguasa Islam, dia memulai bahasanya dari 

masa pemerintahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Satu pemerintahan yang dianggap menjadi representatif the real Islam dan Islam  ideal yang dilahirkan dimuka 

bumi setelah meninggalnya Rasulullah.






BAB II

RIWAYAT HIDUP USMAN BIN AFFAN


A. Biografi Usman bin Affan

Utsman bin Affan adalah Khalifah ketiga setelah Abu bakar al- Shiddiq dan 

Umar bin Khattab. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abil Ash bin 

Umayyah bin Abd. Al-Syam bin Abd. Al-Manaf.37 Ia lahir di kota Mekah pada tahun 

keenam dari tahun gajah, atau pada tahun 576 M(kira-kira lima tahun setelah Nabi 

Muhammad SAW. Lahir).38

Silsilah keturunan Usman bin Affan dari bapaknya bertemu dengan silsilah 

keturunan Nabi Muhammad SAW. Pada silsila kelima, yakin Abd. Al-Manaf. Usman 

bin Affan dari pihak ibu, bertemu dengan silsilah keturunan Nabi Muhammad pada 

silsilah ketiga, yakni pada Ibu Arwa, Baidha‟ binti Abd. Muttalib, bibi dari Nabi 

Muhammad SAW.39 Usman bin Affan bisa dipanggil dengan sebutan Abu Abdillah, 

Abu Amer atau Abu Laila. Sebutan lain untuk Usman bin Affan, dan inilah yang 

termasyur dikalangan kaum Muslim, yaitu Zu al-Nurain, artinya yang memiliki dua 

cahaya. Sebutan itu melekat pada diri Usman bin Affan setelah Nabi 

mengawainkannya dengan puterinya yang kedua. Putri Nabi yang dikawini Usman 

bin Affan, pertama adalah Ruqayyah binti Muhammad dan yang kedua (setelah Ruqayyah meninggal dunia) adalah Ummu Kalsum. Ketika Ummu Kalsum wafat, 

Rasulullah saw. Menyatakan bahwa sekiranya ia masih memiliki puteri ketiga, akan 

ia kawinkan dengan Usman bin Affan.40 Begitu mulyanya Usman Bin Affan dimata 

Rasul saw. Beliau pernah bersabda: setiap Nabi mempunyai teman karib di dalam 

surga dan teman karib saya di alam surga adalah Usman Bin Affan. 41

Berdasarkan golongan Bani Umayyah, Usman bin Affan termasuk orang 

pertama yang memeluk Islam. Ia memeluk agama Islam sejak awal risalah dan misi 

Nabi disiarkan, atas ajakan Abu bakar al-Shiddiq. Ia masuk dalam kelompok sahabat 

al-Sabiqun al-Awwalun, yakni kelompok yang mulai pertama memperkenalkan 

Islam. Termasuk dalam kelompok ini adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Talhah 

bin Ubaidillah, Sa‟ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam dan Said bin Harisah. 

Mreka ini adalah sahabat – sahabat yang dijamin oleh Rasulullah saw. Masuk 

syurga.

Ketika nabi melihat keganasan kaum musyrik di Makah makin hari makin 

keras, sedangkan beliau tidak dapat memberikan perlindungan kepada kaum 

Muslimin. Oleh karena itu beliau berkata pada suatu hari kepada kaum Muslimin 

yang sanggup meninggalkan kota Mekah: alangkah baiknya jika kamu berhijrah ke 

Habasyah (Ethiopia), karena di sana ada seorang raja yang adil sekali, di dalam 

kekuasaannya tidak seorangpun boleh dianiaya. Oleh karena itu pergilah kamu ke

sana sampai Allah memberikan jalan keluar pada kita karena negeri itu adalah negara 

yang cocok bagi kamu. 

Anjuran Nabi tersebut diterima oleh kaum Muslimin yang sanggup untuk 

meninggalkan kota Mekah. Rombongan pertama ada sepuluh orang yang ikut di 

bawah pimpinan Usman Bin Madh‟un. Kemudian rombongan pertama ini diusul oleh 

rombongan kedua di bawah pimpinan Ja‟far Bin Abdul Muthalib. Rombongan itu ada 

juga yang berangkat dengan isterinya, ada pula yang berangkat dengan keluarganya. 

Jumlah rombongan kedua itu ada 83 orang yang terdiri dari kaum laki-laki dan 

wanita.

Usman Bin Affan merupakan orang yang mula-mula hijrah ke sana. 

Bersamanya turut pula istrinya, Ruqaiyah binti Muhammad Rasulullah berdiri untuk 

melepas mereka seraya bersabda: kedua mereka adalah orang-orang pertama yang 

hijrah kepada Allah setelah Nabiullah Luth.

Hijrah, telah melebur sifat dan perangai Usman, dan telah menjadikannya 

lebih sempurna, semarak, dan berdayaguna. Selain itu, berkat tempaan selama hijrah, 

keimanannya semakin kukuh dan senangtiasa siap siaga untuk memenuhi segala yang 

dititahkan kepadanya. Ucapan Rasulullah saw. Yang menyebutkannya sebagai 

Muhajir pertama kepada Allah, telah membangkitkan semangat jihadnya kepada 

Allah Swt, serta menyalakan tekadnya untuk hidup selalu dalam perjuangan 

menegakkan agama Allah.


Memperhatikan silsilah keturunan Usman bin Affan yang berasal dari Umayyah bin Abd al-Syam bin Abd al-Manaf, tampaklah ia bahwa ia termasuk bangsawan keturunan bangsa Quraisy. Umayyah adalah seorang pemimpin Quraisy pada zaman Jahiliyah yang senang tiasa bersaing dengan pamannya, Hasyim bin Abd. Muttalib memperebutkan pimpinan dan kehormatan dalam masyarakat. Setelah Islam datang, persaingan memperebutkan pengaruh kehormatan antara keturunan Umayyah dan keturunan Hasyim berubah menjadi permusuhan yang lebih nyata. Keturunan Umayyah dengan tegas menentang Rasulullah dalam mendakwahkan Islam. Sbaliknya keturunan Hasyim menjadi penyokong dan pelindung Rasulullah dalam menjalankan misi Islam, baik mereka yang telah menjadikan Islam menjadi Agama panutannya, maupun mereka yang masih dalam kekafirannya.45 Keturunan Umayyah terus menerus memusuhi Islam yang didakwahkan Rasulullah Saw. dan para pengikutnya. Mereka baru berhenti memusuhi Islam setelah tidak menemukan jalan selain menerima kenyataan bahwa mreka harus menerimanya. Hal ini terjadi pada waktu penaklukkan Makkah (Fatbu Makkah). Itulah sebabnya

banyak penulis sejarah yang mencatat bahwa orang-orang dari keturunan Umayyah itu masuk Islam bukan karena dorongan keikhlasan, tetapi karena dorongan keterpaksaan dan kepentingan duniawi semata. Permusuhan antara keturunan Bani Umayyah dengan keturunan Bani Hasyim bermula ketika Umayyah berusaha mengambil alih jabatan al-Siqayah dari pamannya, Hasyim. Tugas al-Siqayah adalah menyediakan pelayanan berupa penyediaan air dan makanan bagi pengunjung Ka‟bah yang berdatangan dari pelosok semenanjung Arabiah. Selain membawa keuntungan ekonomis, jabatan al-Siqayah juga meningkatkan prestise pemangkunya, karena melayani tamu dari bagsa Arab merupakan lambang prestise. Oleh karena itu terhadap keberunmtungan yang didapatkan oleh Hasyim dari tugas-tugasnya, maka Umayyah melakukan pula pelayanan, terhadap pengunjung Ka‟bah. Ternya pelayanan yang dilakukan Umayyah ternyata mendapat kecaman dari kaum Quraisy karena penyelenggaraan pelayanan kurang cermat. Karena merasa dirinya terhina, Umayyah kemudian meninggalkan Mekah, pergi ke Siria dan tinggal di sana sekitar dua puluh tahun lamanya. Berawal dari permusuhan Jahiliyah memperebutkan kehormatan itulah keturunan Bani Umayyah menjadi penentang-penentang utama terhadap dakwah Islam hingga Nabi dan pengikut-pengikutnya berhasil menaklukkan Mekah.

Penentangan mereka itu antara lain dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Sewaktu terjadi Fath Makkah, Nabi tetap menghormati Abu Sufyan dan menerima keislamannya. Sejak itu fanatisme kesukuan yang menjadi salah satu ciri budaya jahiliyah menjadi raib. Semuanya berintegrasi menjadi satu, menjadi umat islam (muslim community). segera memperlihatkan kepahlawanan dalam memajukan islam. Mereka seolah-olah berupaya mengimbangi keterlambatan mereka masuk Islam dengan berbuat jasa yang besar kepada Islam. Mereka ingin agar image tentang ikatan kaum muslim. Mereka benar-benar mencatat prestasi gemilang, baik dalam hal menghancurkan orang-orang murtad dan dalam hal penyerbuan tentara Islam ke luar Jazirah Arabiah. Prestasi yang gemilang tersebutlah hingga kemudian mendapat kepercayaan memimpin sejumlah perang pada masa Abu Bakar, bahkan pada masa Umar bin Khattab, telah ada diataranya diangkat menjadi gubernur.48 Sebenarnya, ketika Nabi wafat, hasrat untuk merebut kepemimpinan tersebut kembali secara samar-samar di kalangan keturunan Umayyah. Sadar bahwa kepemimpinan mereka akan suliat diterima oleh umat Islam karena mereka merupakan pemeluk Islam yang belakangan, niat tersebut diurungkan. Menurut Ahmad Syalabi, ketika Umar bin Khattab mengangkat Mu‟awiyah bin Abi Sufyan menjadi gubernur di daerah Syam, ia mendatangi ayahnya, AbuSufyan dan meminta nasehat tentang masa depan keturunan Umayyah. Abu Sufyan menasehati anaknya bahwa orang-orang muhajirin telah lebih dahulu masuk Islam. Oleh karena itu mereka pantas memperoleh kedudukan tinggi; dan karena keterlambatan Bani Umayyah memeluk Islam, kita terima merea menjadi pemimpin. Oleh karena mereka menyerahkan kekuasaan besar kepadamu, patuhilah mereka, karena engkau masih meniti perjalanan untuk sampai pada titik yang engkau citacitakan.49 Keturunan Umayyah yang dari semula menginginkan jabatan khalifah, belum berpeluang menduduki jabatan itu pada masa Abu Bakar (11-13 H/632-634 M) dan Umar bin Khattab (13-24 H/634-644 M0. Ketika Umar Khattab tertikam dan menyerahkan urusan penggantiannya kepada suatu badan musyawarah yang anggotaanggotanya terdiri dari enam orang, yakni Ali bin Abi Talib, Usman bin Affan, talhah bin Ubaidillah, Sa‟ad bin Abi Waqqas dan Abdurahman bin Auf, maka terangterangan menyokong pencalonan Usman bin Affan, dan pada akhirnya calon mereka itu memang scara nyata terpilih menjadi khalifah ke tiga dalam sejarah pemerintahan Islam yang masih seumur jagung. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa keturunan Umayyah sebelum menaklukan Makkah menjadi musuh penentang utama Islam. Namun setelah itu, mereka memeluk Islam dan menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang memiliki dedikasi dan pengabdian yang tinggi bagi kejayaan Islam dan umat. Prestasi yang demikian, mereka kemudian berpeluang kembali untuk menjadipemimpin bangsa Arab dan Islam. Ternyata peluang tersbut benar-benar terbuka setelah Usman bin Affan terpilih menjadi Khalifah ke tiga dalam Islam.


B. Kepribadian Usman bin Affan


Usman bin Affan adalah salah seorang sahabat yang dikagumi oleh Rasulullah saw. Hal itu erat kaitanya karena Usman bin Affan adalah sahabat yang sederhana, saleh dan dermawan. Tidak mengherankan jika kemudian Nabi memberikan dua orang puterinya untuk dinikahi oleh Usman bin Affan, sebagaimana telah di kemukakan sebelumnya.50 Usman bin Affan tergolong sahabat yang kaya raya, namun penuh kesalehan dan kedermawanan. Oleh karena semangat kesalehan dan kedermawanannya itu, maka ketika datang perintah Nabi untuk melakukan hijrah, diperkenankannya perintah itu tanpa memikirkan harta kekayaan dan urusan perdagangan yang ia tinggalkan. Dia ridha meninggalkan semua itu demi kejayaan agama dan demi ketaatan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena kedermawanannya dalam usaha untuk mencapai kejayaan Islam dan kemenangan kaum muslimin, maka segala usaha yang menuju pada usaha perbaikan nasib umat Islam selalu mendapat perhatian. Waktu kaum muslimin Madinah mengalami kesulitan air untuk keperluan sehari-hari, Usman tampil menutupi penderitaan mereka dengan cara membeli sumur Raunah, milik seorang yahudi dengan harga 12.000 (dua belas ribu) dirham untuk separuh sumber airnya. Setelah itu, atas persetujuan pemiliknya pula, sumber air tersebut kemudian dibeli oleh Usman secara keseluruhan dan disumbangkan kepada umat Islam Madinah.51 Tatkala umat Islam Madinah semakin banyak jumlahnya, Rasulullah berharap, kiranya ada sorang dermawan yang membebaskan tanah-tanah disekitar Masjid Nabawi, agar Masjid tersebut dapat diperluas. Demikian juga setelah penaklukan Mekah, Rasulullah bermaksud memperluas Masjid Al-Haram, tetapi terlebih dahulu harus membebaskan tanah di rumah-rumah penduduk yang ada di sekitarnya. Kesemuanya itu ternyata kemudian di tanggung oleh Usman bin Affan. Untuk keperluan tersebut, masing-masing bernilai 15.000 (lima belas ribu) dan 10.000 (sepuluh ribu) dinar.52 Kedermawanan Usman bin Affan tidak hanyah sampai pada batas-batas tertentu saja. Kapan saja umat Islam memerlukan uluran tangan ia selalu tampil kedepan. Ketika pasukan Muslim akan berhadapan dengan pasukan Romawi di daerah Syam dan perang Tabuk pada tahun 9 H. Rasulullah saw. Gusar karena umat Islam pada saat itu dalam kadaan penuh kekurangan sebagai akibat dari kemarau yang panjang. Pasukan Islam pada saat itu digambarkan sebagai jaisy al-usra‟, yakni pasukan di masa sulit. Usman pada saat itu tampil memenuhi seluruh kebutuhanangkatan perang kaum Muslimin, baik yang berkaitan dengan alat-alat perang maupun yang berkaitan dengan keperluan perbekalan.53 Tampak kepekaan sosial dan tenggang rasa yang dimiliki Usman bin Affan telah membawah dirinyah menjadi ringan langkah dengan hati yang gembira untuk senantiasa tampil kedepan menutupi kebutuhan-kebutuhan mendesak bagi kaum Muslimin dan itu terlaksana karena Usman bin Affan, seperti telah disebutkan di atas, termasuk bangsawan terkaya di kalangan Quraisy Mekah pada masa itu Imam Munawwir menyebutkan bahwa setiap jum‟at Usman bin Affan membeli seorang budak, berapapun tebusanya, untuk kamudian di Islamkan dan dimerdekakan.54 Sewaktu di lihatnyah para pedagang hendak memonopoli makanan pokok dan menjualnya dengan harga tinggi, makah segeralah di kirimkan kafilah dengannya untuk mendatanggkan barang-barabg yang di perlukan, yang akan mematahkan monopoli para Tengkulak, menggolkan rencana jahat mereka untuk mengambil keuntungan dengan semena-mena. Tatkalah kafilah Usman membawa barang-barang dagangannya dari Syam, maka pedagang-pedagang kota Madinah dan daerah disekitarnya ramai-ramai berkumpul untuk membelinya. Terjadilah diantara mereka tawar menawar yang ketat. Ibnu Abbas mengisahkan peristiwa itu sebagai berikut: Masa Khalifah Abu Bakar, terjadi paceklik, maka kata Khalifah kepada mereka: Insya Allah, sebelum sore esok hari, akan datang pertolongan Allah. pagipagi keesokan harinya datanglah kafilah Usman, sehingga para pedagang pun mengerumuninya. Usman keluar menemui mereka, dan mereka pun meminta agar menjual barang-barangnya kepada mereka. Beberapa kali hendak memberi saya keuntungan?, tanya Usman. Sepuluh menjadi dua belas, ujar mereka. Ada yang lebih tinggi lagi dari itu, ujar Usman. Saya diberinya keuntungan sepuluh kali lipat. Nah,adakah di antara tuan-tuan yang dapat memberikan keuntungan lebih ari itu? Mendengar jawaban itu para pedagang pun berlalu, sementara Usman berkata : “Ya Allah, sesungguhnya saya telah memberikan semuanya kepada fakir miskin warga Madinah secara Cuma-Cuma dan tanpa memperhitungkan harganya”.55 Usman bin Affan sebagai seorang hartawan terkemuka, bisa saja hidup mewah dengan berbagai fasilitas hidup, dan itu tidak akan mengherankan bagi siapa saja pada masanya; namun Usman bin Affan adalah salah seorang sahabat yang kehidupannya penuh dengan kesederhanaan. Kekayaan yang dimilikinya tidak dapat menggoyahkan hatinya kepada pengaruh dunia; sebaliknya, kekayaan yang dimilikinya itu ia gunakan sebagai alat bagi pengabdiannya kepada Islam dan umat Islam, ia hidup dengan penuh zuhud. Usman dalam kehidupan zuhudnya, selaluditampilkan sebagai sosok teladan para sufi. Menurut suatu riwayat, Usman pernah berkata bahwa ia lebih suka membelanjakan hartanya daripada mengumpulkannya. Selanjutnya ia berkata bahwa harta kekayaan itu mempunyai fungsi sosial. Oleh karena itu, sekiranya ia tidak khawatir bahwa dalam Islam ada lubang yang dapat ia tutupi dengan harta, pasti ia tidak mengumpulkannya.56 Usman bin Affan sebagai muslim yang saleh, memiliki keperibadian yang unik. Ia tetap merasa penting berusaha untuk mengumpulkan harta, karena dapat menopang kepentingan Islam dan umatnya; dan hal itu ia buktikan sepanjang hidupnya. Bercermin dari kepribadian dan sikap hidup Usman bin Affan yang kaya raya, namun tetap hidup sederhana, menggambarkan bahwa seorang sufi (hidup sederhana) adalah orang yang mampu menolak apa yang ia miliki, dan buka menolak apa yang ia tidak miliki. Seandainya seseorang tidak memiliki apa-apa, maka dalam hal apa ia dipandang sebagai seseorang yang hidup sederhana?57 Tampaknya, sikap hidup menghadapi dunia yang dipraktekkan oleh Usman bin Affan merupakan hikmah pemahamannya terhadap ajaran Islam. Islam secara jelas memiliki konsep tentang kehidupan di dunia, di mana umat Islam diperintahkan untuk merebut dunia semaksimalnya, namun penguasaan terhadap berbagai fasilitas hidup yang sudah direbut hendaknya dijadikan alat untuk bertaqarrub kepada Allah, tidak sebaliknya, menjadikan manusia terlena dalam fasilitas sehingga lupa kepadaTuhannya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa konsep Islam tersebut sama sekali tidak menyuruh umatnya menjauhi dunia atau membencinya, sebagaimana yang diajarkan dan diperaktekkan oleh para asketis yang memutuskan tali hidupnya dengan dunia.58 Abul A‟la al-Maududi mnggambarkan kepribadian Usman bin Affan, sebagai berikut: Usman bin Affan adalah seorang tokoh yang memiliki pribadi yang mengagumkan. Seluruh hidupnya, sejak ia memeluk Islam hingga wafatnya sebagai syahid, dipenuhi kszuhudan. Ia termasuk salah seorang sahabat Rasulullah yang paling tulus dan paling mencintai Rasulullah. Ia telah memberikan pengorbanan yang begitu menakjubkan dalam menegakkan kalimatullah. Ia memiliki akhlaq terpuji, lemah lembut, tenggang rasa, suci jiwa dan peduli ketakwaan.59 Kepribadian Usman bin Affan, ditemukan dua buah sifat yang mengatasi sifat dan keutamaan lainnya, sehingga menguasai dirinya dan menjadi kendali seluruh perbuatannya. Kedua sifat itu adalah sifat malu dan tenggang rasa. Dibalik segala jasa yang mengangkat namanya serta segala kesalahan yang merugikan dirinya, dilihat bahwa kedua sifat inilah yang memikul tanggungjawab. Diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah r.a. bahwa pada suatu hari, Abu bakar meminta izin untuk menjumpai Rasulullah saw. Yang ketika itu sedang berbaring, sementara jubahnya tersingkap di salah satu kakinya. Abu Bakar pundiberi izin dan segera masuk. Terjadilah percakapan diantara mereka, kemudian Abu Bakar berlalu. Tidak lama antaranya datang pula Umar bin Khattab, yang juga minta izin bertemu dengan Rasulullah saw. Dan diberinya izin. Beberapa saat ia bercakapcakap dengan Rasulullah saw. Kemudian kembali. Setelah berlalu, datang pula Usman yang juga minta bertemu, Kiranya saya lihat Rasulullah saw. Berkemaskemas untuk menyambut kedatangannya. Rasulullah segera duduk dan menarik bajunya ke bawah agar menutupi kakinya. Kemudian ia berbicara sebentar dengan Usman. Setelah selesai bercakap-cakap, Usman pun mohon diri. Setelah Usman pergi, Aisyah menanyakan kepada Rasulullah saw., katanya: “Wahai Rasulullah, saya tidak melihat Anda berkemas-kemas untuk menerima kedatangan Abu bakar dan Umar, sebagaimana Anda lakukan terhadap kedatangan Usman?”, maka sabda Rasulullah: “Usman itu seorang perasa, dan seandainya saya izikan masuk sewaktu saya berbaring, tentulah ia akan malu masuk dan akan kembali sebelum keperluan yang hendak disampaikannya dapat saya penuhi. Hai Aisya, tidakkah saya akan malu terhadap orang yang melaikat pun malu kepadanya”.60 Tatkala ia menjadi khalifah dan dikepung oleh kaum pemberontak yang ingin membinasakannya, Mughirah bin Syu‟bah tampil mengemukakan pendapat dan buah pikiran kepadanya; “wahai Amirul Mukminin, sungguh akan menimpa tuan apa yang tuan saksikan; saya menyarankan kepada tuan tiga perkara dan tuan pilih salah satunya, tentu tuan akan selamat. Pertama, tuan keluar kemudian layani mereka, sebab tuan mempunyai kekuasaan dan pengikut yang tidak sedikit jumlahnya, sedangkan tuan adalah kebenaran, sebaliknya mereka dalam kebathilan. Kedua, kami bukakan bagi tuan pintu di belakang, sehingga diwaktu mereka lengah, tuan dapat keluar dan berangkat dengan kendaraan menuju Mekah, di sana mereka tak akan berani menghalalkan dara tuan selama berada di sana Ketiga, tuan pergi ke Syam, sebab di sana ada Muawiyah yang dapat menjadi pelindung”.61 Khalifah Usman bin Affan hanya menjawab dengan kata-kata yang tidak sedikit pun terkesan padanya tipu muslihat, dendam kesumat, caci maki atau semangat untuk hidup, seraya berkata: “Mengenai saran anda agar saya keluar lalu melayani serangan mereka, maka Demi Allah, saya tidak mau menjadi Khalifah Rasulullah yang pertama kali menumpahkan dara. Tentang pergi ke Mekah, saya pernah mendengar Rasulullah saw., pada suatu hari bersabda: “Ada seorang laki-laki Quraisy yang berlindung ke Mekah. Padahal dengan demikian ia akan peroleh siksa seperti separuh dari siksa dunia, dan saya tidak ingin menjadi laki-laki seperti yang dikatakannya itu”. Ada pun pergi ke Syam, karena di sana ada Muawiyah, maka Demi Allah, tidak! Saya tak akan meninggalkan tempat saya berhijrah dan berdekatan dengan Rasulullah, selagi nyawa saya masih dikandung badan”. Khalifah Usman menolak segala tawaran untuk membebaskan diri dari kepungan kaum pemberontak, sedangkan di depannya terbuka beberapa kesempatanuntuk bebas dan meloloskan diri, tetapi semuanya ditolak. Baginya, meninggalkan kota Madinah tempat ia hidup dan tempat wafatnya Rasulullah saw. Bersama kedua sahabatnya; Abu Bakar dan Umar, berarti bertentangan dengan rasa malu dan tenggang rasanya. Ia tolak mentah-mentah tawaran itu, walaupun harus ditebus dengan nyawanya.62 Demikian pula ia tidak mau melawan mereka, walaupun memiliki dan mempunyai kekuatan. Dia beranggapan walaupun mereka itu pemberontak, tapi pada hakikatnya merekapun orang-orang Islam yang menggabungkan diri dalam agama dan akidahnya. Membinasakan mereka merupakan penghianatan terhadap tabiatnya yang dipenuhi tenggang rasa. Cara ini pun ditolaknya, walaupun harus ditebus dengan kehidupannya. Berdasarkan apa yang telah penulis paparkan sebelumnya, jelas bahwa Usman bin Affan adalah salah seorang sahabat Rasulullah yang memiliki ketulusan hati dan pengabdian penuh kepada Islam dan umat Islam. Walau pun ia seorang kaya raya, namun ia hidup sebagai layaknya seorang zahid murni. Ia adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh gemerlapnya fasilitas hidup sehingga sangat ringan tangan dalam membelanjakan hartanya buat keperluan Islam dan umat Islam. Akan tetapi, ia bukan pula tipe manusia yang membenci dunia, yang terbukti dari kenyataan bahwa sampaidengan akhir hayatnya, ia tetap menekuni pekerjaan sebagai seorang saudagar di kota Makkah. Menyimpulkan tentang keperibadian Usman bin Affan, penulis buku al-Rasul wa Khulafaubu menyatakan bahwa kepribadian beliau telah terhimpun di dalam Surah al-Furqan tentang sifat-sifat hamba Allah yang mendapat kemuliaan ayat

 63- 75.

C. Kedudukan Usman bin Affan dalam Islam

Dakwah Islam di awali oleh Nabi Muhammad saw., dilanjutkan kemudian oleh para sahabatnya dan seterusnya oleh umat Islam dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga kini. Dakwah Islah tersebut memerhatikan pengorbanan yang tidak henti-hentinya, karena merupakan salah satu ujung tombak perjuangan umat Islam dalam rangka i‟lai kalimatullah. Rasulullah saw. Dalam menjalankan dakwah Islam, senatiasa didampingi oleh sahabat-sahabatnya secara bergantian. Masing-masing sahabat memiliki keperibadian, kelebihan dan kekurangannya masing-masing: antara sahabat, ada yang unggul di bidang strategi perang, ada di bidang ketrampilan menggunakan senjata, ada di bidang keikhlasan, ada di bidang ekonomi, ada di bidang kekerasan jiwa, dan sebagainya. Rasulullah saw. Dalam hal kualitas tertentu, pernah bersabda yang artinya: “Orang yang paling pengasih di antara umatku adalah Abu Bakar; yang paling keras pada jalan agama Allah adalah Umar; dan yang paling perasa adalah Usman.” perbedaan kepribadian sahabat Nabi seperti disinggung di atas mewarnai seluruh langkah mereka dalam perjuangan menegakkan misi Islam. Usman bin Affan yang digambarkan sebagai sosok sahabat yang mempunyai sifat lemah lembut, tenggang rasa, berjiwa bersih, menduduki posisi tersendiri di dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pejuang misi Islam. Usman bin Affan sebagai pribadi yang memiliki perasaan halus dan memiliki kepekaan sosial yang orisinil, maka ia selalu tampil ke depan menutupi segala bentuk kesulitan yang dihadapi oleh umat Islam dengan harta yang ia miliki. Ia seorang pedagang yang kaya raya. Kekayaannya itu ia manfaatkan untuk kepentingan dakwah Islamiyah. Berdasarkan sudut pandang peta dakwah Islamiyah, Usman bin Affan di masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam cukup berperan besar. Hampir semua bentuk kegiatan dakwah Islamiyah, Usman bin Affan berperan serta sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang ia miliki. Di antara yang patut disebutkan adalah keikut sertaannya hijrah ke Abessinia (Habsyah). Di sini, Usman bin Affan, sungguh pun ia dari golongan bangsawan Quraisy yang kaya raya, namun rela untuk hidup sepenanggung dan sependeritaan dengan kaum Muslimin lainnya. Suatu perilaku yang luhur, yang menyebabkan Usman bin Affan disegani dan dicintai oleh umat Islam lainnya.

Usman bin Affan juga aktif dalam perjuangan fisik. Kecuali pada perang Badr, ia mengikuti seluruh perang pisik dan terjun langsung ke medan perang pada semua perang yang dipimpin oleh Rasulullah saw. Bukan hanya dengan diri dan jiwanya Usman bin Affan, seperti telah di kemukakan di atas, bahkan juga berjuang dengan hartanya dengan suatu tekad, demi pemenangan perjuangan Islam dan Umat Islam. Hal ini menunjukkan kualitas dakwah Usman bin Affan yang sulit dicari pada diri sahabat-sahabat Rasulullah lainnya. Berkaitan dengan perang ini, Usman bin Affan, karena pribadinya yang halus, dermawan sehingga terpuji di kalangan Muslimin dan kaum kafir Quraisy, dalam halhal tertentu dimanfaatkan oleh Rasulullah saw. Usman bin Affan pada sejumlah peristiwa, ia ditunjuk sebagai duta untuk berunding dengan kafir Quraisy, dan Usman bin Affan senantiasa melakukan tugas yang diembankan di atas pundaknya itu dengan baik dan sungguh-sungguh, walaupun tugas tersebut berisiko tinggi.69 Fakta ini menunjukkan bahwa pribadi Usman bin Affan yang diakui oleh Rasulullah dan Umat Islam dinilai bisa menjadi mediator kaum Muslimin dengan pihak musuh; apalagi mengingat bahwa musuh, umumnya dari kalangan keluarga Usman sediri, yakni dari bani Umayyah. Bulan Dzulqaidah tahun keenam Hijriyah, Nabi bersama para sahabatnya sebanyak seribu lima ratus orang menuju kota Mekah dengan niat untuk berumrah dan bukan untuk berperang. Oleh karena itu mereka mengiring ternak-ternak yang akan diqurbankan dan juga mereka berpakaian ihram untuk umrah agar diketahui bahwa mereka hanya keluar untuk berziarah ke Ka‟bah saja. Nabi mengutus seseorang dari suku Khuza‟ah untuk mengintai keadaan kaum Quraisy. Ketika mereka sampai di suatu tempat yang bernama Asfan, utusan itu tiba dan menyampaikan pengamatannya, katanya: “Aku meliht Ka‟ab bin Luay (Kaum Quraisy) sedang mengumpulkan tentara yang terdiri dari berbagai macam suku kabilah, mereka bermaksud untuk menghalang-halangi dan memerangi jika Nabi tetap meneruskan perjalanannya sampai di suatu tempat yang bernama Tsaniah. Di tempat itu unta beliau yang bernama al-Quswa berhenti dan duduk di tanah. Para sahabat berteriak, “al-Quswa berhenti, al-Quswa berhenti”. Jawab Nabi: “al-Quswa itu tidak akan berhenti kalau tidak ada sebab karena bukan menjadi kebiasaannya. Akan tetapi ia ditahan oleh yang pernah menahan tentara gajah (Allah). Demi zat yang nyawanya ada di tangannya tidaklah mereka itu meminta kepadaku cara apa pun yang dapat menghormati larangan Allah dan untuk menyambung tali kerabat pasti aku akan berikan”. Kemudian beliau menggerakkan tali untanya untuk segera meneruskan perjalanan sampai tiba di suatu tempat yang bernama al-Hudaibiyah, suatu lembah yang tidak ada sumber mata airnya. Upaya untuk menghindari kesalah pahaman kaum Quraisy, nabi bermaksud mengutus salah seorang sahabatnya kepada mereka. Untuk itu, Nabi memanggil Umar bin Khattab sebagai utusan kepada kaum Quraisy. Umar berkata: “Ya Rasulullah, tidak seorang pun dari kaumku, Bani Adi bin Ka‟ab di Mekah yang akan membela aku jika aku disakiti oleh mereka. Oleh karena itu utuslah Usman bin Affan kepada mereka karena di sana banyak kaum kerabatnya, sehingga ia dapat menyampaikan pesanmu”.70 Kemudian Nabi mengutus Usman kepada kaum Quaraisy untuk menyampaikan pesannya: “katakan kepada mereka bahwa kami tidak datang dengan maksud berperang, kami hanya datang untuk bermuarah”. Nabi menyuruh juga untuk mendatangi kaum Muslimin di Mekah untuk mengabarkan kepada mereka akan datangnya pertolongan Allah dan kemenangan agama Islam, agar mereka tidak berkecil hati dengan iman mereka. Sesampainya Usman di kota Mekah, beliau menemuai Abu Sufyan dan pemuka-pemuka Quraisy untuk menyampaikan segala pesan dari Nabi, sewaktu Usman telah selesai menyampaikan pesan Nabi kepada kaum Quraisy, mereka berkata kepadanya, jika kamu hendak bertawaf sebelum Nabi bertawaf. Demi zat dan jiwaku yang ada di tangan-nya, jika kau sampai tinggal di Mekah selama satu tahun, sedang Nabi berada di al-Hudibiyah, pasti aku tak akan bertawaf sebelum beliau bertawaf”. Penolakan Usman untuk bertawaf, mebuktikan begitu tingginya kesetiaan beliau kepada Nabi dan sesama Muslim, sehingga kesempatan yang sangat diharapkannya tidak dilakukan sebagai tenggang rasa. Usman bin Affan dalam kehidupan sehari-hari, banyak melakukan kegiatan dakwah bi al-hal, terutama lewat harta. Seperti telah di kemukakan pada sub bab sebelumnya, Usman banyak melakukan manufer sosial dalam upayanya menanggulangi setiap masalah yang di hadapi umat Islam, baik yang berkaitan dengn kehidupan sehari-hari maupun yang berkaitan dengan keperluan perjuangan (perang). Tindakanya membeli sumur Raumah untuk kepentingan umat Islam di Madinah dan sumbangannya yang besar pada perang Tabuk adalah dua bukti diantara ratusan bukti untuk itu. Berdasarkan sekian banyak catatan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Usman bin Affan adalah salah seorang sahabat dari kelompok al-Sabiqun alAwwalun yang memiliki loyalitas kepada Islam dan umat Islam yang tinggi. Hal ini terbukti lewat catatan-catatan tentang sejarah Islam pada awal pertumbuhan dan perkembangannya. Dakwah Usman bin Affan dilakukan lewat kata, sikap dan perbuatan, yang dengan bahasa kini dikenal dengan istilah Dakwah bi al-Hal. ini berarti bahwa sosok Usman bin Affan tidak dapat dilepaskan dari kegiatan dakwah Islamiyah pada masanya, sehingga keberhasilan Islam dan umat Islam membangun dan mengembangkan diri tidak lepas dari jasa sang tokoh ini. Kalau pada akhirnya ia mendapat kepercayaan menjadi khalifah Rasulullah menggantikan Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khattab, sudah barang tentu pemilihannya itu tidak lepas dari penilaian obyektif umat Islam pada waktu itu atas diri dan prestasinya dalam perjuangan menegakkan panji-panji Islam bersama-sama dengan Rasulullah saw. dan sahabat-sahabat Rasulullah lainnya.


BAB III

PROFIL PEMERINTAHAN KHALIFAH USMAN BIN AFFAN

A. Usman Terpilih Menjadi Khalifah


Masalah yang paling merisaukan khalifah Umar bin Khattab menjelan wafatnya setelah ia ditikam dari belakang oleh Ibn Muljam, adalah pengganti dirinya sebagai Amir Al-mukminin. Ia khawatir akan terjadi perubahan politik yang telah dibina sejak masa Rasulullah Saw. Sampai munculnya pada masa pemerintahannya sendiri yaitu sampai munculnya kembali panatisme kesukuan di kalangan umat Islam, dalam hal ini dikalangan bangsa Arab Quraisy. Kahlifah Umar Bin Khattab dalam suasana mencari pengganti dirinya sebagai khalifah, berdatanganlah sahabat-sahabat ke rumahnya. Diantara mereka ada yang mendesak agar khalifah segera menunjuk secara langsung siapa yang akan menjadi penggantinya, ada juga yang mengusulkan agar khalifah menunjuk putranya sendiri, yaitu Abdullah bin Umar. Namun hal itu ia tolak, karena justru fanatisme famili dan kesukuan itulah yang ia paling khawatirkan karena dapat memecah belah umat Islam supaya segera mendapat pengganti dirinya, Umar bin Khattab memiliki loyalitas kepada Islam dan umat Islam cukup mengagumkan. Sungguh pun diantara para sahabat Nabi ada yang datang kepadanya meminta agar menunjuk putranya sendiri untuk meggantikan kedudukannya, namun hal tersebut ia tidak lakukan. yang ia lakukan adalah membentuk suatu Dewan atau Panitia khusus untuk keperluan tersebut. Personil-personil yang ia tunjuk menjadi anggota Dewan tersebut tidak diragukan tentang kwalitas pribadi dan pengapdiannya pada Islam dan umat Islam, baik pada masa Rasulullah Saw. Masi hidup maupun telah ia meninggal. Mereka yang ditunjuk tersebut terdiri atas sahabat-sahabat Utama. Mereka yang mendapat amanat besar tersebut terdiri atas enam orang, yakni Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Subair bin Awwam, Abd. Rahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah dan Sa‟an bin Abi Waqqas. Oleh karena masalah ini cukup penting dimata khalifah, maka kepada Dewan dinasehatkan agar memilih calon khalifah dari salah seorang diantara anggota Dewan itu sendiri, dan sudah diputuskan dalam waktu tiga hari setelah pembentukan Dewan tersebut. Ini dimaksudkan agar pengumuman tentang siapa pengganti dirinya dalam arti tentang siapa yang dipilih dan diangkat menjadi khalifah baru Ummat Islam baru dilakukan pada hari ke empat Dewan pemilih juga diberi intruksi sebagai berikut :

1. Apabila pemilihan berjalan seimbang, tiga orang memilih seorang dan tiga yang lainya juga memilih seseorang hendaklah mereka meminta pendapat Abdullah bin Umar dan mendukung calon yang ia dukung tersebut. Jika dewan tidak setuju dengan calon yang didukung Abdullah bin Umar, hendaklah menetapkan pilihan pada calon yang ada padanya dukungan dari Abdul Rahman bin Auf.

 2. Apabila yang memperoleh sarana yang sedikit, tetapi tetap membangkan, agar pembangkan itu dipenggal saja kepalanya. Setelah khalifah kedua, Umar bin Khattab kembali ke hadirat Allah Swt, bersidanglah anggota-anggota dewan yang telah ditetapkan untuk menentukan siapa yang akan menjadi khalifah yang baru bagi kaum muslimin. Tiga hari persidangan telah berlangsung, namun diantara mereka belum ada kesepakatan. Hal yang tampak adalah persaingan ketat antara kedua keturunan, yakni antara Ali bin Abi Thalib dari bani Hasyim dan Usman bin Affan dari Bani Umayyah. Abd. Rahman bin Auf yang bertindak sebagai pemimpin sedang mencoba menyelesaikan urusan dengan mengajak kepada peserta siding menyatakan pendirian mereka mengenai pencalonan masing-masing seraya berkata: siapa menyerahkan urusan dengan mengajak kepadanya peserta sidang menyatakan pendirian mereka mengenai pencalonan masing-masing serta berkata siapa diantara kalian yang bersedia menarik diri dari menyerahkan urusan ini kepada yang lebih ahli ?” oleh karena peserta sidang tidak ada yang memberi jawaban, maka Abd. Rahman bin Auf sendiri berkata terus terang bahwa dirinya tidak bersediah dicalonkan untuk jabatan itu. Usnan bin Affan menyambung: “sayalah yang pertama ridha memangkunyah”. Hal yang lain memberi pertanyaan yang serupa dengan Usman bin Affan, kecuali Ali bin Abi Talib yang mengambil sikap diam. Sekali lagi Abd. Rahman menanyakan kepada Ali, apa pendapatnya. Ali bin Abi Thalib menjawab, agar mereka berjanji secara teguh bahwa mereka akan mementingkan kebenaran, tidak memiliki hawa nafsu, tidak mementingkan kerabat dan tidak akan mempermainkan urusan umat. Setelah mereka berjanji sesuai dengan permintaan Ali bin Abi Talib, maka Abd. Rahman bin Auf diberikan wewenang untuk menetapkan siapa diantara mereka yang paling pantas memangku jabatan Khalifah. Abd. Rahman yang mendapat amanah berat tersebut memulai pekerjaanya dengan melakukan pendekatan pribadi kepada masing-masing anggota dewan pemilih, dan memanggil mereka secara terpisah, guna mengetahui secara jelas, calon siapa sebenarnya yang mereka inginkan untuk mengetahui secara jelas calon siapa, sebenarnya yang mereka inginkan untuk menduduki jabatan Khalifah tersebut sa‟ad bin Abi Waqqas mendukung Usman bin Affan dan Ali abin Abi Talib sedang abi Talib mendukung Usman bin Affan. Versi lain disebutkan bahwa Zubar bin Awwar memilih ali sedang sa‟adbin abi Waqqas menolak memberi dukungan kepada karena lebih caenderum menunjuk Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi jika Abd. Rahman bersedia menjadi calon, suara sa‟ad akan diberikan kepadanya Versi ini Ali bin abi Thalib dan Usman bin Affan tidak disebutkan siapa calon dukunganya. Oleh karena Abd. Rahman bin Auf belum dapat mengambil keputusan lewat pertemuan terpisah tersebut, maka kegiatan yang ia lakukan sebenarnya adalah meminta pendapat dan pandangan tokoh tokoh kaum Muhajirin dan kaum ansar, kemudian ia lanjutkan kepada masyarakat umum ia mengambil sampel masing-masing dari kelompok penjual, pedagang, petani, pengembala dan sebagainya. Rupanya, pertemuan Abd. Rahman dengan anggota dewan pemilih dilengkapi dengan acara dengan pendapat dari kalangan toko masyarakat yang terwakili dari toko-toko muhajirin dan toko-toko ansar. Menjelang hari yang telah disepakati untuk mengadakan pertemuan ulang, Abd. Rahman mendatangi Ali bin Abi Thalib dan bercakap-cakap dalam tempo yang cukup lama. Hal ini memberi kesan kepada Ali bin Abi Talib bahwa dirinyalah yang akan ditunjuk oleh Abd. Rahman. Pada hal di lain waktu, pembicaraan yang sama juga ia lakukan dengan Usman bin Affan, hingga keduanya berpisah setelah masuk waktu subuh. Selanjutnya disuatu subuh, empat hari setelah Umar bin Khattab wafat, masalah suksesi ini dibawa ke depan umum. Akibatnya terjadilah perdebatan antara pihak-pihak yang menjagokan Ali bin Abi Talib dengan pihak-pihak yang menjagokan Usman bin Affan. Masing-masing kelompok berupaya mempengaruhi massa agar mendukung jagonya. Salah seorang pendukung Ali bin Abi Talib, yakni Imar tampil ke depan umum dan menyatakan sikapnya bahwa jika kamu sekalian menghendaki kaum muslimin tidak terpecah belah, pilihlah Ali bin Abi Talib. Pernyataan itu segera disambut oleh miqdad bin al-Aswad, dengan berkata, engkau benar wahai linar. Jika Ali bin Abi Talib dibai‟ah, kami berkata sami‟na wa „ata‟na (kami dengar dan kami patuhi). Ternyata pendukung Usman bin Affan tidak kalah agresifnya pula. Ibn Abi Sarh, salah seorang pendukung panatik dari Usman bin Affan, tampil kedepan dan berkata, jika kamu sekalian menghendaki kekhalifahan berada di tangan kaum Quraisy, maka baiatlah Usman bin Affan.


B. Kebijakan-Kebijakan Khalifah Usman bin Affan

1. Perluasan Wilayah

Pemerintahan Umar bin Khattab adalah masa yang dipenuhi oleh pengembangan wilayah. Pasukan Islam dibawah pemimpin panglimapanglima yang tangguh dikirim ke berbagai daerah dengan tujuan untuk menaklukkannya demi menjaga ketentraman umat Islam dan menghindarkan gangguan musuh. Menurut catatan sejarah, daerah-daerah yang berhasil ditundukkan antara lain : Persia, Suriah, sebagian Asia kecil, Palestina dan Mesir.85 Setiap penaklukan daerah pada masa itu, pihak yang menang akan merampas harta dan menawan tentara yang kalah. Selanjutnya, harta dibagi menurut aturan dan tawanan dijadikan budak yang dapat diperjual belikan. Demikan juga yang terjadi pada harta dan tawanantawanan yang diperoleh tentara Islam. Penyerbuan ke Persia, tidak sedikit harta dan tawanan yang berhasil didapatkan pasukan muslim. Diantara yang dijadikan budak adalah seoreang tentara bangsa Persia yang bernama Firuz. Selanjutnya, ia dibawah ke Madinah. Di Ibukota, ia bergaul dengan sesama budak dan menerima perlakuan sesuai dengan agama Islam. Kemudian ia menyatakan keinginannya untuk memeluk agama Islam. Selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari, ia menampakkan perilaku yang baik sehingga ia dimerdekakan oleh Magfirah bin Syu‟bah, seorang tokoh utama kaum muslimin. Oleh karena itu, disebut maula (yang dimerdekakan dan dlindungi) dari Magfirah. Kemudian ia biasa dipanggil dengan nama Abu lu‟luah (yang artinya sama dengan Firus, yaitu permata).


2. Masalah Rekrutmen Pejabat

Akhir masa jabatannya, Umar bin Khattab menangkap sinyalsinyal tentang akan bangkitnya kembali semangat ashabiyah di kalangan umat Islam. Sungguh pun revolusi Islam telah berhasil mengubur sifat ashabiyah bangsa Arab muslim, namun tidak sampai menghilangkannya secara tuntas. Umar bin Khattab berpendapat bahwa dengan bangkitnya kembali perasaan ashabiyah di kalangan umat Islam akan menimbulkan fitnah dan kekacauan. Oleh karena itu ketika sahabat Abdullah bin Abbas menyebut-nyebut nama Usman bin Affan dan menyarankan agar ia ditunjuk sebagai penggantinya, Umar bin Khattab berkata : “ Demi allah, sekiranya aku menunjuk Usman bin Affan sebagai pengganti, niscaya ia akan menjadikan kaumnya, bani Mu‟ith, sebagai penguasa-penguasa zalim atas rakyat dan akan bertindak melakukan apa yang aku khwatirkan. Persoalan akan timbulnya ashabiyah kesukuan di kalangan masyarakat Muslim menghantui terus pemikiran Umar bin Khattab, sehingga pada saat-saat menjelang wafatnya, ia mengundang Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan dan Sa‟ad bin Abi Waqqas dan berkata kepada mereka secara terpisah: „ Bertaqwalah kepada Allah dan jangan mengangkat kepada kaummu sebagai pejabat-pejabat yang berkuasa secara sewenang-wenag atas rakyat.

3. Masalah Sosial Ekonomi

Usman Bin Affan terpilih menjadi Khalifah saat negara Islam mengadakan ekspansi (perluasan wilayah) secara besar-besaran pada wilayah-wilayah bekas kerajaan Bizantium dan Persia. Wilayah tersebut meliputi Kufah, Bashrah, Siria dan Mesir. Kawasan-kawasan tersebut tanah-tanah yang luas lagi subur, dan dikuasai oleh negara. Tanah-tanah subur tersebut, oleh Umar Bin Khattab tidak dibagibagikan sebagai harta rampasan perang pada prajurit penakluk, tetapi tetap dikelola oleh pemiliknya dengan kewajiban membayar pajak tanah (al-baraj) dan pajak (al-Jizyah) atas setiap pemilik tanah itu. Kebijakan Khalifah Umar Bin Khattab yang tidak memberi peluang kepada orang-orang dari luar untuk menguasai tanah pada daerah-daerah tersebut di atas, diubah oleh Usman Bin Affan dengan memberikan peluang kepada orang-orang dari luar untuk menguasai tanah pada daerah-daerah tersebut di atas. Akibatnya, terjadilah gelombang baru perpindahan penduduk dari Jazirah Arabia ke Irak dan Mesir.132 Adapun Siria, wilayah kekuasaan dan gubernur Mu‟awiyah bin Sufyan, tetap dijadikan sebagai wilayah tertutup.99 Perbedaan kebijaksanaan terhadap Siria dan Irak dalam masalah kependudukan ini menimbilkan keresahan di kalangan masyarakat Irak. Para Ahl-al-Oura (Penetap, penduduk asli), umumnya dari suku bani Tamim dari Arab Utara, mereka diperlakukan tidak adil. Kebijakasanaan Khalifah Usman Bin Affan menbagi-bagikan tanah Al-Aswad (hitam = tanaman-tanaman yang menghijau, dari kejauhan tampak menghitam karena kesuburannya) kepada orang-orang tertentu membuat para ahl-al-Qurra‟ yang selama ini bertindak sebagai pemungut hasil atas tanahtanah tersebut menjadi gelisah.100 Perasaan resah yang ditambah perasaan irih dari suku Arab Utara yang berdiam di Irak (Bashrah dan Kufah) terhadap Suku Arab Selatan yang berdiam di Siria menimbulkan sentimentil yang dapat menutup pertimbangan jernih. Akibatnya, meledaklah kemarahan penduduk Irak terhadap kebijaksanaan itu, dan mengusir gubernur-gubernur dari keluarga Khalifah dari daerah tersebut.

4. Penyeragaman Mushaf al-Quran

Karya yang paling gemilang yang diwariskan oleh Usman bin Affan Kepada umat Islam sepanjang sejarah adalah keberhasilannya menghilangkan perbedaan versi Bacaan al-Quran dengan menyusun Mushaf Al-Quran dengan bacaan standar. Mushaf itu terkenal dengan nama Mushaf Usmani. Sebelumya, ditemukan beberapa versi bacaan pada berbagai wilayah kekuasaan Islam. Meskipun tindakan Usman Bin Affan menyeragamkan versi bacaan al-Quran itu bernilai positif, namun bukannya tanpa menimbulkan masalah. Sebagaimana telah dimaklumi, ayat-ayat al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. secara terpisah-pisah, yang disesuaikan dengan suasana dan sebab-sebab diturunkannya. Diantara sahabat Rasulullah ada segolongan yang dipilh secara resmi untuk mencatat ayat-ayat yang diturunkan secara berturu-turut, ayat demi ayat. Sebagian sahabat dalam menampung ayat tersebut, ada yang megandalkan kekuatan ingatan, lalu menghapalkan; sementara sebagian lain menuliskannya. Oleh karena itu, al-Quran tetap terpelihara keorisinilannya. Saat Khalifah pertama, Abu Bakar As-Shiddiq, setelah berunding dengan Umar bin Khattab, diputuskan untuk menghimpun al-Quran. Ditugaskanlah Zaid bin Tzabit untuk mengawasi tugas tersebut.104 Masa Khalifah Umar Bin Khattab, Islam tersebar ke negeri dan wilayah yang lebih luas. Bersamaan dengan tersebarnya Islam secara luas pada masa Khalifah kedua itu, maka bangsa dan bahasa pun menjadi beraneka ragam. Adanya berbagai bangsa dan bahasa yang hidup dalam negara dan masyarakat Islam, maka dialek bahasa pun menjadi bermacam-macam pula. Hal yang mengkhawatirkan adalah bila dialek yang bermacammacam itu tebawa-bawa kepada cara pengucapan membaca al-Quran. Bila itu terjadi, dapat dipastikan akan terjadi bencana di kalangan umat Islam. Ternyata, gejala bencana ini dapat disaksikan oleh Huzaifah bin al-Yaman, ketika menyaksikan pertikaian antara penduduk Syam dan Penduduk Irak yang disebabkan oleh perbedaan mereka dalam bacaan Al-Quran. Masing-masing pihak menganggap bacaannyalah yang benar dan bacaannyalah yang salah. Penduduk Syam membaca al-Quran dengan mengikuti qira‟at (bacaan) dari Miqdad bin Aswad dan Abu Darda; sementara warga Irak mengikuti qira‟at dari Abdullah bin Mas‟ud dan Abu Musa al-Asy‟ari. Kedua golongan tersebut membela qira‟at masing-masing dengan fanatik, yang dapat saja meningkat menjadi perselisihan dan bentrokan fisik. Oleh karena itu setelah kembali ke Madinah, Huzaifah mendatangi Khalifah dan menyarankan agar Khalifah mengambil tindakan Preventif terhadap masalah yang cukup mengancam tersebut sebelum menjadi masalah besar. Kata Huzaifah : “Wahai amir al-Mukminim, segeralah atasi kemelut umat ini, sebelum mereka berselisih tentang kitab suci mereka sebagaiman halnya pada umat-umat terdahulu berselisih tentang kitab suci mereka masing-masing.105 Setelah mendengar laporan dari Huzaifah tersebut, Khalifah Usman bin Affan mengundang sahabat-sahabat yang ada di Madinah dan membicarakan kasus yang dilaporkan oleh sahabat Khuzaifah tersebut. Atas nasehat para sahabat tersebut, Khalifah menarik semua Mushaf yang beredar di tengah-tengah masyarakat, kemudian membentuk satu dewan yang anggota-anggotanya terdiri atas mereka yang dipandang ahli untuk menyalin Mushaf al-Quran dalam satu qira‟ah, yaitu qira‟ah induk.


C. Khalifah Usman bin Affan Terbunuh

Usman bin Affan meniggal karena terbunuh pada 18 Zulhijjah 35 H/656 M. Pembunuhan ini dilakukan oleh para pemberontak yang berdatangan dari Mesir, Basrah dan Khufah. Peristiwa itu sendiri merupakan akibat dari ketidak puasan rakyat terhadap kebijakan yang dilakukan Usman selama ini.110 Sesungguhnya keresahan masyarakat sudah mulai tampak sejak paru kedua dari masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Tepatnya setelah Khalifah sudah mulai terpengaruh oleh kaum kerabatnya dalam pengambilan keputusan. Awal kebijakan yang menghebohkan adalah penggantian hampir semua gubernur yang dianggkat oleh Khalifah umar bin Khattab. Para pejabat baru yang ditunjuk ternyata masih kerabatnya sendiri. Ironisnya, mereka memiliki sifat-sifat yang tidak baik dan bertindak secara sewenang-wenang. Kegelisahan rakyat semakin memuncak ketika Marwan bin Hakam, salah seorang kerabat Usman, semakin tampak berperan dalam pengambilan keputusan. Campur tangan sangat menonjol dalam pemerintahan. Berbagai masalah politik yang dilaksanakan pada masa itu ternyata merupakan ide yang muncul darinya. Dari banyak kebijakan itu merupakan tindakan yang sewenang-wenag demi keuntungan kerabatnya sendiri .

BAB IV

MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA KELOMPOK PEMBERONTAK

Sebab-Sebab Terjadinya Pemberontakan

Usman bin Affan menjabat sebagai Amirul Mukminin atau pemimpin tertinggi orang-orang yang beriman selama dua belas tahun, enam tahun pertama tidak terjadi sesuatu apapun yang merusak, dan ia lebih dicintai kau Quraisy dibandingkan Umar bin Khattab. Dengan alasan bahwa Umar bin Khattab bersifat tegas dan keras terhadap mereka, sedangkan Usman bin Affan lembut dan santun terhadap mereka. Para ahli sejarah Islam menyebutkan periode ke dua dalam pemerintahan Usman bin Affan tahun 30-35 Hijriyah sebagai al-Fitnah atau tragedi yang mengakibatkan terbunuhnya sang Khalifah dan gugur sebagai syahid. Pada masa pemerintahan Khalifa Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab serta setengah pemerintahan Usman bin Affan, umat Islam masih bersatu dan bersepakat tanpa ada pertentangan antara yang satu dengan yang lain. Kemudian menjelang akhir masa pemerintahan mulai terjadi perpecahan di antara mereka hingga sekelompok perusuh dan pembangkang berhasil membunuh Khalifah Usman bin Affan, dan umat Islam harus bercerai berai pasca terbunuhnya Usman bin Affan. Masyarakat Pada masa pemerintahan Khalifa Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab serta setengah pemerintahan Usman bin Affan, memiliki beberapa karakter sebagai berikut: Pertama, secara umum mereka adalah masyarakat muslim yang integral dengan pengertian Islam secara penuh, memiliki keimanan kepada Allah yang mendalam dan hari akhir. Dan menerapkan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh dan jelas.113 Hanya sedikit dari mereka yang berkoalisi dengan kemaksiatan layaknya yang terjadi pada masyarakat umumnya. Agama bagi mereka adalah denyut nadi kehidupan dan bukan sesuatu yang dipinggirkan, dimana orang-orang hanya menyapanya jika perlu. Kedua, masyarakat yang mampu memberikan definisi yang sempurna pada kata al-Ummah, yang berarti bangsa atau ummat. Mereka bukan sekedar umat sebagai kelompok orang yang disatukan oleh kesatuan tanah air dan kepentingan, kesatuan seperti ini hanya kesatuan yang menyatukan masyarakat jahiliah, adapun bangsa atau umat dengan penertian Rabbani adalah umat yang disatukan dengan aqidah tanpa melihat bahasa, suku, warna kulit tanpa melihat batas wilayah dan perbatasannya. Ketiga, masyarakat yang beretika, yang dibangun berdasarkan etika yang jelas yang bertumpuh pada perintah-perintah agama dan pengaranya. Keempat, masyarakat yang sungguh-sungguh dan tegas, yang memperhatikan eksistensi segala sesuatu dan bukan serampangan. Kelima, masyarakat yang senantiasa beraktifitas dalam setiap kesempatan selalu diselimuti dengan semangat juang yang jelas dan buka hanya dalam medan perang semata. Keenam, masyaraka yang beribadah, dimana masyarakat menitis dalam dirinya semangat beribadah yang jelas dalam segala gerak dan aktifitasnya, bukan hanya kewajiban dan sunnah semata melainkan melaksanakan semua tugas dan tanggungjawabnya.114 Inilah karakter yang dimiliki masyarakat pada periode pemerintahan Khalifah Abu Bakr dan Khulafaurrasyidin pada umumnya. Hanya saja karakter tersebut semakin terasa kental dan semakin kuat setiap kali lebih mendekat ke masa kenabian dan semakin melemah setiap kali menjauh dari masa kenabian. Karakter inilah yang menjadikanya sebagai masyarakat muslim yang berada dalam puncak tertinggi masyarakat ideal dalam sejarah Islam. Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kerusuhan dan pemberontakan yang berujung pada kematian Khalifa Usman bin Affan, sebagai berikut:

1. Melimpahnya Kekayaan Materi di Seluruh Wilayah Daulah Islamiyah

dan Pengaruhnya pada Masyarakat

Ketika Usman bin Affan menjabat sebagai Khalifah dan wilayah kekuasaan Islam semakin meluas mulai dari barat sampai ke timur, pundipundi harta dan kekayaan pun memasuki baitul mal dengan jumlah yang melimpah, baik dari ghanima maupun penyitaan hingga masing-masing warga memiliki kemakmuran dan kekayaan yang semakin bertambah.115 Dan perlu dicatat bahwa berbagai kenikmatan dan kemakmuran serta hasil dari jerih payah penaklukan itu akan sangat mempengaruhi masyarakat. Sebab kemakmuran memberikan konsekwensi masyarakat untuk cenderung sibuk dengan urusan dunia dan terpesona karenanya. Dunia merupakan materi yang mendorong manusia untuk saling berlomba mendapatkanya, saling membenci dan bahkan saling membunuh. Terlebih lagi bagi mereka yang jiwa dan kepribadianya belum pernah ditempa keimanan dan tidak di didik dengan ketakwaan, seperti halnya bangsa primitif Arab dan sekitarnya. Begitu juga dengan umat Islam dari wilayah-wilayah penaklukan dan juga generasi umat Islam yang menikmati limpahan kekayaan. Kekayaan itu telah membawa mereka menjauh dari pusat semangat perjuangan Islam dan tenggelam dalam gemerlapnya dunia dan kesenanganya. Mereka menjadikan dunia itu sebagai tujuan utama dan berlomba mendapatkanya. Khalifah Usman bin Affan pun menyadari fenomena perubahan yang terjadi pada masyarakat ini seraya memperingatkan dampak negatifnya, dengan menyatakan dalam surat yang dikirim kepada rakyatnya, sesungguhnya cita-cita umat ini akan semakin menjauh dan terasing setelah tiga perkara menurun pada diri kalian, ketiga perkara yang dimaksud adalah: terpenuhinya berbagai kenikmatan, anak-anak tawanan perang menginjak dewasa, dan kemampuan masyarakat badui dan non Arab membaca alQuran.116 Mengenai terpenuhinya kenikmatan, maka Hasan al-Basri yang merupakan saksi hidup, mengilustrasikan kondisi masyarakat dengan limpahan kekayaan dan kemakmuran hingga sikap mereka yang bermalas- malasan dan enggan bersyukur. Hasan al-Basri mengatakan, “ Usman bin Affan menyadari adanya kebencian dan pembangkangan mereka terhadapnya. Ketika ia punya kesempatan untuk memberikan nasehat dalam sebuah pembagian rezeki, Usman mengatakan, “wahai umat Islam makanlah dengan upah yang kalian peroleh.” Maka merekapun mengambil dan mengonsumsinya dengan berlebihan. Kemudian dikatakan kepada mereka, “makanlah mentega dan madu. Karena upah-upah itu terus bergulir dan rezeki terus berputar, musuh mngintai, berdamai itu baik, dan kebaikan sangatlah banyak.” Disamping itu pedang yang harusnya disarungkan dihadapan umat Islam mereka hunus untuk menyerang diri mereka sendiri. Demi Allah, sesungguhnya aku melihat terhunusnya pedang itu hingga hari kiamat.”117 Adapun mengenai anak-anak atau generasi umat Islam dari para tawanan perang menginjak dewasa, maka tercermin dalam kecenderungan dan gaya hidup mereka yang konsumtif dan bermewah-mewah. Kemungkaran pertama kali muncul di Madinah adalah ketika kenikmatan dunia ini melimpah dan orang-orang memperluas bangunan rumah-rumah dan pemandian mereka, dan mengesampingkan keterampilan memanah mereka.118 Bahkan Usman pernah memberikan amanat kepada seorang pemuda dari Bani Laits tahun ke delapan pemerintahanya untuk memainkan panah tersebut, namun pemud Beginilah keadaanya, dimana Usman sejatinya merupakan sosok yang bertakwa dan pemimpin yang menyadari kewajibanya. Dengan reformasi dan perbaikan yang dicanangkannya terhadap putra-putri orang-orang kaya yang mulai memperlihatkan gaya hidup mewah dan bermegah-megahan serta memperhias diri dengan etika yang buruk, maka mereka inilah yang bergabung dengan sekelompok rakyat yang menyimpang, yang mempunyai misi balas dendam. Mengenai al-qurra‟ dari kalangan Badui dan non Arab terhadap al-Quran, maka tampak jelas dalam komposisi masyarakat muslim yang belajar alQuran bukan karena mengharapkan pahala yang agung, melainkan mendapat upah yang disediakan Khalifah Usman bin Affan sebagai upaya mendorong mereka untuk semakin mencintai al-Quran dan membiasakan diri membacanya.a itu tidak mampu memainkanya hingga patah.

2. Perubahan Sosial dampak dari perluasan wilayah 

Terjadinya perubahan sosial yang tidak disadari mulai memperlihatkan tanda-tanda yang semakin kuat tanpa disadari banyak orang, hingga muncullah tragedi yang memilukan dan meledak, dimulai sejak paruh kedua pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Puncak ledakan tersebut adalah terjadinya pemberontakan dan pembangkangan terhadap pemerintahan yang berkuasa hingga menyebabkan Khalifah Usman bin Affan terbunuh. Ketika wilayah kekuasaan Islam semakin meluas melalui berbagai penaklukan gemilang hingga menimbulkan perubahan sosial dan karakter masyarakat serta berbagai kelemahan dalam jaringanya. Sebab perluasan wilayah dan pertatambahan penduduk telah melahirkan berbagai jenis ras, budaya, adat-istiadat, tradisi, system tatanan social, pemikiran-pemikiran, keyakinan, seni, warna kulit. Diatas jaringan ini juga menimbulkan sejumlah gesekan-gesekan dan pelanggaran-pelanggaran yang tidak terkendali. Kemajuan peradaban dan kemakmuran yang telah dicapai tidak sejalan dengan cita-cita awal msyarakat Islam. Penduduk dari wilayah dan kota-kota yang ditaklukkan. Mereka ini menempati rengking terbanyak dan terbesar yang menempati daerah yang ditaklukkan, mereka yang datang ke daerah-daerah penaklukan itu masih tergolong sedikit. Pendudk non Arab yang datang dari wilayah yang ditaklukkan merupakan orang-orang yang mudah menerima provokasi. Sebab mayoritas mereka adalah non Arab dari bangsa yang terkondisikan dan tertekan sehingga lebih mudah menerima provokasi ini. Hal itu disebabkan beberapa faktor, antara lain: Pertama, Sebagian mereka mereka adalah muallaf dan non muslim yang memiliki kekuasaan dan kehormatan yang dirampas. Kedua, minimnya pemahaman mereka terhadap agama karena ketidak pahaman terhadap bahasa Arab, ketiga, fanatisme dan kebencian terhadap etnis Arab, beberapa kelompok dari mereka memeluk Islam secara zhahir karena takut pedang atau tidak mau membayar upeti sehingga mereka menyembunyikan kekufuran, keempat, kaum Badui sebagai penduduk pendatang, mereka ini layaknya penduduk pada umumnya, ada yang beriman dan bertakwa dan adapula yang kafir dan munafik.

3. Munculnya Generasi Baru

Generasi pertama dari umat Islam ini memiliki keimanan yang kuat dan pemahaman yang baik terhadap prinsip akidah Islam, mempersiapkan diri untuk tunduk terhadap sistem tatanan Islam yang tercermin dalam al-Quran dan sunnah. Keistimewaan-keistimewaan ini tampak jauh berkurang terhadap generasi baru yang terlahir setelah penaklukan-penaklukan yang luas. Mereka lebih menonjolkan semangat individualism dan kelompok, mereka juga tidak memdapatkan pendidikan yang memadai untuk memahami dan meyakini akidah yang benar dan keimanan yang kuat seperti yang diperoleh generasi pertama para sahabat Rasulullah saw. hal itu dikarenakan jumlah mereka yang banyak sedangkan para pejuang yang menaklukkan wilayah mereka masih sibuk dengan berbagai peperangan dan penaklukan baru.123 Akibatya generasi pada masa Usman ini tidak bisa memahami pemikiran generasi sebelumnya, tidak mampu menyelami dan merasakanya, dan tidak pula memahami logaknya.124 Kondisi inilah yang diungkapkan Ibnu Taimiyah ketika mengatakan, “karenanya masyarakat pada masa pemerintakan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab dimana umat Islam diperintahkan untuk meneladani keduanya sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw. “hendaklah kalian mengikuti orang sesudahku yaitu Abu Bakar dan Umar..”merupakan periode yang paling dekat dengan kenabian dan memiliki kebaikan lebih besar. Kepemimpinan mereka lebih tegas dalam menjalankan kewajiban, lebih baik dalam memberikan kenyamanan, dan tidak terjadi fitnah sebab mereka termasuk orang-orang yang berjiwa tenang dan berkeadilan. Pada akhir periode pemerintahan Khalifah Usman bin Affan muncullah kelompok yang berjiwa jahat, yang mencampur adukkan antara perbuatan baik dan perbuatan buruk. Merekapun mencampur adukkan antara antara syahwat dan syubhat dengan keimanan dan agama. Kondisi ini dimulai dari sebahagian pemimpin daerah, sebagian warga dan lainya, kemudian kelompok ini semakin banyak hingga menumbuh kembangkan tragedy yang disebabkan oleh tiadanya keimanan dan ketakwaan dan dicampuri dengan hawa nafsu dan kedurhakaan. Masing-masing dari mereka punya penafsirn sendiri-sendiri dengan dalih memerintahkan kepada yang baik dan mencegah dari keburukan, memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Penafsiran dan penakwilan mereka dipenuhi dengan hawa nafsu, buruk sangka, dan sejenisnya.

4. Karakter Kepemimpinan Khalifah Usman bin Affan

Kepemimpinan Usman bin Affan secara langsung setelah Umar bin Khattab dengan perbedaan karakter antar keduanya menyebabkan terjadinya perbedaan dan perubahan sikap dan cara dari keduanya dalam memperlakukan rakyatnya. Umar bin Khattab memiliki badan yang kuat dan kekar serta sangat menjaga tanggungjawab dirinya dan bawahanya, Usman bin Affan tampak lebih lembut dan santun peragainya dalam bermuamalah. Usman bin Affan tidak pernah memperhatikan sikap dan kebijakan yang diambil oleh Umar bin Khattab terhadap dirinya dan rakyat, hingga ia berkata pada dirinya sendiri, “semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada Umar dan orang-orang yang mampu mengikuti sikap dan kebijakan Umar.”126 Meskipun rakyat tersebut senang dengan kepemimpinan Usman bin Affan dalam periode separuh pertama karena kelembutan sikap dan keramahanya, sedangkan Umar bersikap keras dan tegas terhadapnya, sehingga sikap dan kecintaanya itu menjadi teladan namun mereka tetap mengingkarinya dikemudian hari. Hal itu disebabkan, Usman bin Affan dengan kelembutan dan keramahanya, serta karakternya yang halus menimbulkan perbedaan yang mendasar dengan periode Umar bin Khattab dan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Usman bin Affan sendiri menyadari semua itu ketika berkata kepada sejumlah orang yang ditahannya, “tahukah kalian mengapa kalian berani kepadaku? Kalian tidak berani melawanku kecuali karena kesantunanku.127 Ketika niat para pemberontak itu sudah mulai terbaca dan Usman bin Affan berupaya keras membantah hujjah-hujjah yang mereka jadikan dasar untuk melakukan kudeta, diamana Usman menyatakan ini didepan para sahabat dan seluruh masyarakat, akan tetapi mereka enggan menerima penjelasan tersebut dan tetap ingin membunuhnya. Usman bin Affan tetap tidak mau memulai perang terhadap mereka karena kesantunan dan kelembutanya seraya mengatakan, “aku mengampuni dan menerima mereka, kami akan berusaha melakukan penyadaran kepada mereka, kami tidak menjatuhkan hukuman kepada seorangpun hingga ia melakukan kejahatan atau menampakkan kekufuran.

B. Kesalahan yang Dilakukan Khalifah Usman bin Affan

Situasi dan kondisi masyarakat sangat berpotensi menerima berbagai isu, gossip, dan provokasi murahan karena beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Situasi dan kondisi di Negara Islam ini sangat kondusif untuk menebarkan isu-isu provokatif tersebut, dengan jaringan dan komposisi masyarakat yang mudah menerima hal-hal semacam itu. Para pengacau keamanan telah sepakat menjalankan agenda mereka untuk melancarkan serangan terhadap para gubernur daerah dan walikota dengan dalih memerintahkan yang baik dan mencegah yang mungkar, hingga mereka berhasil menghipnotis masyarakat untuk mendukung agenda mereka. Serangan tersebut sampai pula kepada Khalifah Usman bin Affan sebagai pemimpin tertinggi Negara. Jika kita mengumpulkan beberapa alasan yang mereka gunakan untuk menyerang dan melawan pemerintahan Khalifa Usman bin Affan, maka kita akan temukan beberapa alasan, sebagai berikut:

1. Kebijakan administratif pemerintahan: pengangkatan terhadap sejumlah kerabat dekat sebagai pejabat atau nepotisme dan cara yang digunakanya.

2. Pemberian jatah seperlima rampasan perang dari Afrika(Tunisia) kepada Marwan bin al-Hakam. 

3.Pembakaran mushaf-mushaf yang tidak diakui setelah disatukanya mushaf alQuran

4. Sikap dan perlakuanya terhadap Ammar, Abdullah bin Mas‟ud dan Abu Dzar al-Gifari. 

5. Bertambahnya wilayah al-Hima‟(bumi larangan untuk masyarakat umum).

 6. Kebiasaan Usman melaksanakan shalat secara sempurna(tanpa mengqashar) dalam perjalanan. 

7. Sikap-siakap pribadi Usman bin Affan sebelum menjabat sebagai Khalifah(ia tidak ikut dalam beberapa perang dan pertempuran).

 8. Tidak dijatuhkanya hukuman mati terhadap Ubaidullah bin Umar yang telah membunuh Hormuzan.

 9. Penambahan adzan kedua pada shalat jumat. Padahal itu tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, Abu Bakar dan Umar.

10. Tindakan Usman yang mengembalikan al-Hakam(ayah Marwan) yang telah diasingkan oleh Rasulullah. Khalifah Usman bin Affan sendiri menyadari kenyataan semacam itu, ketika ia mengirim surat kepada pemimpin daerahnya, amma ba”du, rakyat telah menyebarkan gosib dan cenderung menebar fitnah, yang semua itu dipengaruhi oleh tiga faktor; dunia yang memikat, hawa nafsu yang semakin besar, dan dendam yang tersimpan. Mengenai celaan-celaan tersebut, ibnu Arabi mengatakanya secara global, “mereka menyebarkan berbagai informasi dan berita palsu yang menyebutkan bahwa Usman bin Affan bersikap dzalim dan mungkar dalam pemerintahanya.132 Adapun sanggahan atas tuduhan yang dilancarkan oleh kelompok oposisi kepada Khalifah Usman bin Affan, adalah sebagai berikut: 1. Mengenai Kebijakan administratif pemerintahan, dalam hal ini yaitu pengangkatan terhadap sejumlah kerabat dekat sebagai pejabat atau nepotisme dan cara yang digunakanya. Al-Qadhi Abu Bakar bin al-Arabi berkata,“mengenai Muawiyah , sebenarnya Khalifah Umar bin Khattab yang terlebih dulu mengangkatnya sebagai gubernur dan menaikkan pamornya, lalu semua itu dikukuhkan/dipertahankan oleh Usman bin Affan. Bahkan sebenarnya yang mengangkat sebagai pejabat adalah Abu Bakar. Jadi kita dapat melihat dengan jelas bahwa, hubungan ini sangat kuat jalinannya dan mulia wujudnya. Sementara mengenai Abdullah bin Kuraiz(Abdullah bin Amir)133 yang ditunjuk Usman menjadi pejabat, sebagaimana yang dia katakana, “karena dia adalah pribadi yang pemurah hati kepada para bibi dari garis ayah dan ibu.” Mengenai penunjukan al-Walid bin Uqbah, adalah karena orang-orang dengan niat buruk, lebih cepat kepada keburukan daripada kebaikan, mereka mengatakan bahwa, “sesungguhnya engkau menunjuknya sebagai pejabat dia adalah saudara seibumu, Arwa binti Kuraiz bin Rabi‟ah bin Habib bin Abdu Syam.” Usman pun menanggapi ucapan itu dengan berkata, “bukan, melainkan karena dia adalah anak dari bibi Rasulullah Saw.” ummu Hakim alBaidha, sosok yang sangat dicintai Usman dan al-Walid. Arwa yang lebih dikenal dengan sebutanUmmu Hakim adalah ibu Usman dan al-Walid. Dia adalah saudara kembar Abdullah, ayah Rasulullah.

C. Dibalik Kelompok Pemberontak

1. Eksistensi Abdullah bin Saba’/kaum saba

Para ulama slaf sepakat bahwa kaum saba(pengikut Abdullah bin Saba‟) memang nyata adanya tanpa terkecuali. Kesepakatan ini ditentang oleh ulama kontemporer, yang mayoritas mereka dari kaum Syiah. Argument yang mereka gunakan adalah bahwa semua itu hanyalah imajinasi buatan Umar bin Saif at-Tamim karena beberapa ulama hadis yang mengkritiknya dalam bidang periwayatan. Hanya saja para ulama ini menganggapnya hujjah dalam riwayat dengan pertimbangan bahwa banyak riwayat yang dikemukakan Ibnu Asakir yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba‟ dan bukan Saif bin Umar adalah perawi hadis. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa sebagian riwayatnya shahih sanadnya. Disamping sejumlah riwayat tentang Abdullah bin Saba‟ dalam buku-buku kaum Syiah, baik buku-buku tentang para perawi, kelompokkelompok ataupun hadis yang mereka miliki. Dalam riwayat-riwayat tersebut tidak disebutkan, baik langsung maupun tidak langsung. Sejumlah peneliti meragukan keberadaan Ibu Saba144 dalam realita kehidupan ini. Mereka menyatakan, “Abdullah bin Saba‟ adalah sosok imajinatif.” Mereka menolak keberadaanya di alam nyata tanpa argumentasi dan bukti yang jelas. Sejumlah tokoh yang menolak eksistensi Ibnu Saba‟ ini adalah kaum orientalis, sejumlah peneliti Arab dan para penulis kontemporer. Bagaimana orang-orang diatas mengingkari eksistensi Ibnu Saba‟, sedangkan biografinya memenuhi buku-buku sejarah dan aliran-aliran kepercayaan. Sepak terjangnya telah banyak diriwayatkan para perawi dan juga informasi tentangnya telah dibukukan dan didistribusikan di sejumlah kota. Para pakar sejarah kontemporer sepakat, para penulis tentang aliranaliran kepercayaan, agama-agama, berbagai lapisan masyarakat, sastra dan antropologi, serta nasab yang memaparkan adanya sosok dari kaum saba bernama Abdullah bin Saba‟, yang ditulis dalam buku-buku ahlu sunnah.begitu juga dalam buku-buku syiah. Abdullah bin Saba merupakan sosok yang bersejarah dan nyata. Karena itu, informasi tentang tragedi dan peran Abdullah bin Saba di dalamnya tidak terbatas pada Tarikh ath-Thabari dan bersandar pada riwayat-riwayat saif bin Amr at-Tamimi semata. Melainkan informasi-informasi yang telah menyebar dalam beberapa riwayat klasik, dan disela-sela pemaparan berbagai peristiwa dalam sejarah Islam,beberapa pendapat kelompok dan golongan tentangnya pada masa itu.


2. Peran Abdullah bin Saba’ dalam Memicu Pemberontakan

 Selama beberapa tahun terakhir pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, di ufuk cakrawala tampak terlihat kekacauan dalam masyarakat Islam yang disebabkan beberapa faktor dan perubahan. Sebagian kaum Yahudi menunggu kesempatan yang baik untuk muncul dengan memanfaatkan faktorfaktor dan unsure-unsur tragedy dengan berpura-pura masuk Islam dan menggunakan metode at-Takiyyah(menyembunyikan jati diri). Diantara mereka ini adalah Abdullah bin Saba yang mendapat julukan Ibnu Saudah. Jika sosok Abdullah bin Saba tidak boleh diremehkan, sebagaimana kelompok ekstrim yang memperbesar peran Ibnu Saba dalam mengelola pemberontakan. Maka juga tidak boleh meragukan eksistensinya atau meremehkan peran yang dimainkanya dalam menggelorakan pemberontakan itu, sebagai bagian dari unsure-unsurnya, bahkan dikatakan sebagai faktor dan unsur mematikan. Sebab disana memang situasi dan kondisi yang kondusif untuk menggelorakan pemberontakan yang dibantu faktor-faktor lainnya.

Tujuan utama Ibnu Saba‟ dengan semua pendapat dan keyakinanya adalah meracuni masyarakat Islam dan menghancurkan kesatuan dan persatuanya, menyalakan api fitnah, menanamkan benih-benih perpecahan antar individu dan lainya. Semua itu merupakan sebab terbunuhnya Usman bin Affan dan tercerai berainya ummat ini hingga menjadi beberapa golongan.161 Kesimpulanya adalah, ia mengemukakan sejumlah premis yang benar dan kemudian membangun prinsip-prinsip kesesatan di atasnya yang dapat mengelabui orang-orang yang sederhana pemikiranya, mereka yang ekstrim tanpa memahami ajaran agama, dan mereka yang memperturutkan hawa nafsu. Abdullah bin Saba mengetuk pintu gerbang al-Quran dengan memberikan penakwilan sesatnya ketika mengatakan, “ alangka anehnya orang yang mengatakan bahwa Isa akan kembali dan mendustakan bahwa Muhammadlah yang akan kembali. “seungguhnya yang mewajibkan atasmu(melaksanakan hokum-hukum) al-Quran benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah, Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam keksesatan yang nyata”(Q.S. Qashash:85) Muhammad lebih berhak kembali di banding nabi Isa.

3. Daerah-Daerah Tempat Penyebaran Paham as-Sabaiyyah

Tak lama setelah peristiwa hijrah ke Madinah di kota itu dan kekalahan kaum yahudi yang selalu membanggakan diri mereka dihadapan penduduk Madinah karena mereka adalah kaum ahli kitab, ada sekelompok kaum musyrikin madinah yang berusaha memanfaatkan kondisi tersebut. Untuk merusak negara Islam yang baru lahir itu dengan cara merancang berbagai bentuk konspirasi dimana-mana. Salah satu cara yang ditempuh mereka itu adalah dengan berpura-pura masuk Islam dan menjadi golongan munafik. Allah swt. Berfirman dalam QS al-Baqarah/2:10. “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta,” Yang dimaksud “penyakit” disini adalah penyakit spiritual, bukan penyakit fisik. Namun Allah kemudian memperlihatkan niat buruk mereka kepada Rasulullah dan para sahabat melalui ayat yang terdapat di dalam al-Quran. Namun rupanya orang-orang munafik tidak pernah mau berhenti hanya sampai disitu, mereka terus berusaha mencari kesempatan untuk menggoyahkan umat Islam seperti tamparan keras yang mereka alami dalam perang Riddah. Mereka juga menerima pukulan telak bertubi-tubi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab yang berhasil meruntuhkan kekaisaran Romawi dan Persia sekaligus. Oleh karena itu merekapun menyadari bahwa upaya untuk merancang tipu daya kepada umat Islam hanya dapat dilakukan dengan cara diam-diam yang disertai kerja sama. Persekongkolan itulah yang kemudian menyebabkan syahidnya Khalifah Umar bin Khattab ditangan Abu Lu‟luah. Gelombang terbesar dari para kaum munafik yang lahirnya menunjukkan keislaman tetapi hatinya berisi kekufuran dan pembangkangan adalah Abdullah bin Saba‟. Dia adalah seorang yahudi yang ingin melawan, menentang, menyingkirkan dan menghancurkan agama Islam, setelah agama Islam berhasil membuat seluruh semenanjung Arab berada dibawah naunganya dan menyebar ke seantero negeri dengan menjatuhkan imperium Romawi di barat dan merobohkan imperium Persia di timur. Abdullah bin Saba‟ sengaja ingin menghancurkan Islam dari dalam dengan menggunakan senjata kemunafikan dan menggunakan kedok Islam. Sebab dia dan para pengikutnya tahu persis bahwa mereka tidak akan mampu memerangi Islam secara berhadapan langsung karena para pendahulu mereka dari bani Quraizha, bani Nadir dan bani Qoinuqa‟ telah mencoba cara seperti itu tapi hanya berujung pada kekalahan. Setelah sekian lama menunggu kesempatan, akhirnya Abdullah bin Saba‟ bersekongkol dengan kaum yahudi di San‟a(Yaman) mereka memulai dengan mengirim kaki tangan mereka ke madinah, ibu kota kekhalifahan waktu itu, mereka menyusup ke kelompok pendukung Ali bin Abu Thalib dan menjadikanya sebagai idola sembari menggembar gemborkan kesana-sini bahwa Ali-lah satu-satunya tokoh yang berhak atas kursi Khalifah. Padahal Ali tidak ada hubunganya dengan mereka. Mereka terus menghembuskan fitnah sembari menggalang pembangkangan terhadap Khalifah Usman. Kelompok itu menyebut diri mereka sebagai “pendukung Ali”, padahal Ali bin Abi Thalib sama sekali tidak ada hubunganya dengan mereka dan menyetakan berlepas diri dengan mereka. Bahkan semasa hidupnya, Ali justru pernah menghukum mereka dengan hukuman yang sangat berat, dan sikap Ali itu dilanjutkan oleh keturunannya. Semua anak cucu Ali selalu mengutuk dan menjauhkan diri dari mereka.namun sayang seiring berjalanya waktu, kebenaran mulai samar dan akhirnya benar-benar hilang dari pandangan kaum muslimin.







































BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Utsman bin Affan adalah Khalifah ketiga setelah Abu bakar al- Shiddiq dan 

Umar bin Khattab. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abil Ash bin 

Umayyah bin Abd. Al-Syam bin Abd. Al-Manaf. Ia lahir di kota Mekah pada 

tahun keenam dari tahun gajah, atau pada tahun 576 M(kira-kira lima tahun 

setelah Nabi Muhammad SAW. Lahir). Silsilah keturunan Usman bin Affan dari 

bapaknya bertemu dengan silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW. Pada silsila 

kelima, yakin Abd. Al-Manaf. Usman bin Affan dari pihak ibu, bertemu dengan 

silsilah keturunan Nabi Muhammad pada silsilah ketiga, yakni pada Ibu Arwa, 

Baidha‟ binti Abd. Muttalib, bibi dari Nabi Muhammad SAW. Usman bin Affan 

bisa dipanggil dengan sebutan Abu Abdillah, Abu Amer atau Abu Laila. Sebutan 

lain untuk Usman bin Affan, dan inilah yang termasyur dikalangan kaum 

Muslim, yaitu Zu al-Nurain, artinya yang memiliki dua cahaya.

2. Khalifah Usman bin Affan memerintah selama dua belas tahun(23-35 H) selama 

masa pemerintahanya ini, sangat banyak menorehkan prestasi yang gemilang dan 

membanggakan ummat Islam, diantarannya angkatan laut pertama Umat Islam 

dibentuk pada masa pemerintahanya, penaklukan wilayah-wilayah yang semakin 

luas hingga ke Konstantinopel sehingga secara otomatis pendapatan negara dari 

pembayaran upeti, semakin menambah kas Negara dan berdampak pada 

kesejahteraan rakyat. Penyatuan mushaf dan dialek menjadi satu sehingga alQuran terpelihara dengan kemurnianya, merupakan prestasi yang gemilang. 

Pemerintahan Usman bin Affan selama dua belas tahun dibagi menjadi dua bagian menurut para sejarahwan yaitu, enam tahun masa pemerintahan yang 

damai dan tenang tanpa kekacauan dan enam tahun lagi di akhir masa 

pemerintahanya yang mengalami ketidak stabilan politik karena banyaknya isuisu mengenai pemerintahan Usman yang melenceng dari pemerintahan Khalifah 

sebelumnya, ia dituduh dengan berbagai macam fitnah hingga membawanya 

pada kesyahidan setelah pengepungan rumahnya selama satu bulan lamanya.

3. Pemerintahan Usman bin Affan selama dua belas tahun dibagi menjadi dua 

bagian menurut para sejarahwan yaitu, enam tahun masa pemerintahan yang 

damai dan tenang tanpa kekacauan dan enam tahun lagi di akhir masa 

pemerintahanya yang mengalami ketidak stabilan politik karena banyaknya isuisu mengenai pemerintahan Usman yang melenceng dari pemerintahan Khalifah 

sebelumnya, ia dituduh dengan berbagai macam fitnah hingga membawanya 

pada kesyahidan setelah pengepungan rumahnya selama satu bulan lamanya. Isuisu yang berhembus ke telinga kaum muslimin tidak begitu saja berhembut, ada 

sosok penggerak kekacauan tersebut dan bahkan menjadi sebuah kelompok 

pemberontak yang terorganisir dengan rapi selama bertahun-tahun dan 

menyebarkan pemahamanya kepada umat Islam di pelosok wilayah yang jauh 

dari pembinaan akidah dan akhlak yang baik sehingga dengan mudah tersulut 

emosinya hanya dengan tuduhan-tuduhan yang tak berdasar yang sekiranya 

dihadapkan kepada para ulama dan sahabat waktu itu, maka akan dengan mudah 

dipatahkan argument-argumen mereka yang mengkritiki Usman dan 

pemerintahannya. Sebab-sebab isu inilah yang membangkitkan protes dari 

berbagai daerah kekuasaan Islam waktu itu terhadap pemerintahan Usman bin Affan. Namun kabar tentang akan datangnya fitnah dan syahidnya Usman telah 

dikabarkan oleh Rasulullah saw sejak beliau masih hidup, bahwa Umar dan 

Usman akan Syahid serta komitmen yang diucapkan Usman atas permintaan 

Rasulullah untuk tidak melepas jabatan Kekhalifahan hingga ajal merenggut 

nyawanya.


B. Implikasi

Terwujutnya sebuah pemerintahan yang kondusif dan stabil sangat dituntut 

peran dari seorang pemimpin atau kepala Negara, dengan kewibawahan, ketegasan 

dan kelembutan harus ditempatkan pada tempat dan porsinya masing-masing, 

sehingga masyarakat yang dipimpinya tetap segan dan patuh pada garis komando 

pemerintahan tersebut. 

Dalam sebuah komunitas masyarakat dalam negara tidak semua masyarakat 

menyenangi pemerintahan yang berkuasa, ada banyak kelompok-kelompok oposisi 

dan penentang yang ingin menjatuhkan pemerintahan yang berkuasa disebabkan 

karena kedengkian, dendam dst. Maka dari itu seorang pemimpin harus mampu 

melihat potensi-potensi yang kemungkinan bisa memicu konflik agar segera 

dilenyapkan sehingga tidak menjadi duri dalam pemerintahan tersebut.

Pemerintahan yang baik tidak hanya melihat kesejahteraan dari sisi materi 

karena hal demikian hanya akan menambah kecintaanya pada dunia dan keserakahan 

akan harta, namun seharusnya membekali masyarakat dengan kecerdasan, sehingga 

tidak mudah terjebak dalam provokatif yang tidak berdasar.
















DAFTAR PUSTAKA

 Ali, K. A Study of Islamic History, Terj. Gupron A. Mas‟adi, Sejarah Islam, Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Abdullah, Taufik , dan Abdurrahman Sorjomihardjo. Ilmu Sejarah dan Historiografi, Jakarta: Gramedia, 1985. Ali, Ameer, A Short History Of the Saracen, New Deli: Kitab Bafan, 1981. Anwar, Hamdan, Masa Khulafa ar-Rasyidin, dalam Taufik Abdullah dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jilid II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru. Asir, Ibnu, al-Kamil, Jilid.III; Mesir al-Muniriyah, 1356 H. Arabi, Al-Qadhi Abu Bakar, Tahqiq Muhibbuddin al-Khatib, al-Awashim min alQawashim, Cet.II; Qatar: Daar al-Tsaqofah, 1989. Ahmazun, Muhammad, Tahqiq Mawaqif ash-Shahabah fi al-Fitnah min Riwayat athThabariy al-Muhaditsin, Cet. I; Lebano: Maktabah al-Kautsar, 1994. Audah, Sulaiman bin Hamad, Mawaqif ash-Shahabah fi al-FitnahKitab Da‟awa alInqadz at-Tharikh al-Islami, 1/70. Ali, Ilm, Muhammad, Abdullah bin Saba‟ al-Haqiqh al-Majhula, t.th. Asakir, Ibnu, Tharikh Dimasyiq, 9/331. Ahmazu, Muhammad, Tahqiq Mawaqif as-Sahabah fi al-Fitnah min Riwayat athThabari Cet. I; Maktabah al-Kautsar, 1994. Bakar, Imam al-Qadhi Abu, Meluruskan Sejarah Menguak Tabir Fitnah, Cet. III; Jakarta: Pustaka Sahifa, 2012. Baihaqi, Al-, as-sunan al-Kubra, jilid XII, t.th/100. Bakri, Syamsul, Peta Sejarah Peradaban Islam, Cet. I; Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011. Dasuki, A. Hafidz (Pimred).et. all., jilid I. Dzakirin, Ahmad, Tarbiyah Siyasiyah, Cet. I; Surakarta: PT. Era Adicitra Intermedia, 2010. Din ibn, Izzu al, Al-Atir Abi Hasan bin Muhammad al-Jazariy, Usud al-Ghabah, Juz 3, T.tt: Dar al-Fikr, 230 H. Departemen Agama R.I., Ensiklopedi Islam Jakarta: Proyek Pembinaan Kelembagaaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN, 1987/1988. Daud, Sunan Abu, Kitab Hadist t.th. Dakhan, Abdul Aziz Shagir, Ahdats wa Ahadits al-Fitnah al-Ula,t.th/ 569. Enayat, Hamit, Modern Islamic Political Thought, London and Brigstone; The Machmillan Press, 1982. Falhazen, Julius, Al-Khawarij wa as-Syiah, t.th. Ensiklopedi Indonesia, II, 1993. Goldziher, Al-Aqidah wa as-Syariah al-Islamiyyah/229, t.th Husain Ahmad ibn Paris ibn Zakaria, Abul, mu‟jam Maqayis al-Lugat, juz II, Qairo: Mustafa al-Babi al-Halabiy wa Syarikah, 1972. Hayyath, Abdullah Umar, al-Rasul wa Khulafauhu, cet. I Jeddah: Maktabah alShahar, 1410 H/1990 M. Hodgson, G.S. The Venture Of, Chicago and London: The University Of Chicago Press, 1974. Haekal, Muhammad Husain , Usman bin Affan, Cet. IX; Jakarta; Pustaka Litera, 2010. Ibrahim, Qasim A. Buku pintar Sejarah Islam, Jejak Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi hingga Masa Kini Cet.I: Jakarta; Zaman, 2014. Isy, Yusuf, ad-Daulah al-Umawiyah, Cet. I; Daar el-Fikr, 1985. Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun Bairut: Dar al-Fikr, t.t,. Khalid, Khalid Muhammad, Khulafa al-Rasyidun, Terj. Mahyuddin dkk. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Kepemimpinan Khalifah, Bandung; Diponegoro, 1985. Katsir, Ibnu, al-Bidayat wa al-Nihayah, Juz VIII, Mesir, al-Sa‟adah, t.th. Maglouth, Sami bin Abdullah, Jejak Khulafaurrasyidin Umar bin Khattab, Cet. I; Jakarta: al-Mahirah, 2014. Muir, Sir William, The Chaliphate, its Rise, Decline and Fall, New York: A.M.S Press, 1975. 4 Munawwir, Imam, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemilar Islam dari Masa ke Masa, Surabaya: Bina Ilmu, 1985. MS, Basri, Metodologi Penelitian Sejarah Cet. I; Jakarta: Restu Agung, 2006. Madjid, M. Saleh, Pengantar Ilmu Sejarah Cet. 1; Jakarta: Rayhan Intermedia, 2008. Maududi, Abul a‟la, Nizam al-Hayat, Damaskus; Dar al-Quran al-Karim, 1998. Noor, Juliansyah, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis. Disertasi dan Karya Ilmiah, Cet. I; Jakarta: Kencana 2011. Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. VIII; Yogyakarta: Gajha Mada University Press, 1998. Nadwi, Abul Hasan Ali, Riwayat Hidup Rasulluh, Surabaya: Bina Ilmu, 2008. Nasir, Mahmudun Its Concep and History, terj. Adam Effendi, Islam Konsepsi dan Sejarah, Cet. III; Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993. Qasim Mattar, Politik Islam dalam Sorotan: Ketegangan antara Pemikiran dan Aksi Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2012. Quthb, Muhammad, Kaifa Naktubu at-Tharikh, Cet. I; Daar al-Wathan as-Su‟udiyah, 1412 H. Quranul Karim. Renier, G. J. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, Cet.2; Jakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Redaksi, Tim, Kamus Besar Bahasa Indosesia, Cet.III; Jakarta; Balai pustaka, 2001. 5 Suyuti, Imam, Penerjemah Samson Rahman, sejarah penguasa Islam, Cet. I; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000. Salim, Abd. Muin, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1994. Suyuthi, Jalaluddin, Tarikh al Khulafa, Beirut: Dar al Fikr. 2001. Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cet. IV; Bandung: CV. Alfabeta, 2008. Surur, Jamaluddin , Al-Hayat al-Siyasah fi al-Daulat al Islamiyah, Cet. V; Kair : dan al fikr al Arabiy, 1975. Syalabi, Ahmad, Mausu‟at al-Tarikh al-hlamiy wa al-Hadarat al-Islamiyah, terj Yahya, Mochtar, Sejarah dan kebudayaan Islam, Jilid II, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1984. Shaban, Islamic History, a New Interpretation, Cambridge; Cambridge University Press, 1971. Shalabi, Ali Muhammad, Biografi Usman bin Affan, Cet. I; Jakarta; pustaka alKautsar, 2009. Shiddiqi, Nouruzzaman, Menguiak Sejarah Muslim, Suatu Kritik Metodologis, Yogyakarta: PLP2M, 1984. Taftasani, Abul Wafa‟ al-Ganimi, Madkhal ila Tasawwuf , diterjemahkan oleh Ahmad Rafi, Sufi dari Zaman ke Zaman, Bandung: Pusataka, 1985. Thabari, Ath, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Juz V GCet. I; Beirut: Dar al-Fikr, 1987. Tari‟kh Thabari, Jilid IV/ 327 6 Haqbah fi ath-Tarikh, t.th/79. Taimiyah, Ibnu, Majmu‟ al-Fatawa, 28/148, t.th. Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam Cet. I; Jakarta: PT. Rraja Gafindo Persada, 2004. Tamimi, Abu Hatim, al-Majruhin min al-Muhadditsin, 2/360, t.th. Taimiyah, Ibnu, Majmu‟ al-Fatawa, 4/435, t.th. Volten, Van, As-Syiadah al-Arabiyyah wa asy-Sti‟ah wa-Al- isra‟ Iliyyat. t.th. Yatim, Badri, Historiografi Islam, Cet. 1; Logos Wacana Ilmu, 1997. Yusuf, Abu, Kitab al-Kharaj, Cet.III; Kairo: Mat‟ba‟ah al-Salafiyah, 1982. Zahrah, Muhammad Abu, Tarikh al-Muzahib al-Islam, terj. Politik Aqidah dalam Islam, Cet. I; Jakarta: Logos Publishing House, 1996


8 Hal yang Membatalkan Puasa dari Murtad, Keluar Mani hingga Gila

  Suara.com - Puasa pada bulan Ramadhan merupakan salah satu ibadah wajib yang perlu dilakukan umat muslim. Terdapat beberapa hal yang memba...